Efek Domino Invasi Rusia, Roman Abramovich Serahkan Kepengurusan Chelsea

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON – Roman Abramovich resmi menyerahkan kepengurusan Chelsea kepada pihak klub. Ini merupakan efek domino dari invasi Rusia – negara asal Abramovich, terhadap Ukraina.

Ya, konflik antara Rusia-Ukraina membawa dampak buruk di segala sektor, termasuk sepakbola. Dan sudah menjadi rahasia umum bila pemilik Chelsea, Abramovich memiliki hubungan yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin yang menginstruksikan operasi militer khusus ke Ukraina pada Kamis (24/2).

“Selama hampir 20 tahun kepemilikan saya di Chelsea FC, saya selalu memandang peran saya sebagai penjaga Klub, yang tugasnya adalah memastikan bahwa kita sukses seperti yang kita bisa hari ini, serta membangun masa depan,” kata Roman Abramovich dalam situs resmi Chelsea.

“Sementara juga memainkan peran positif dalam komunitas kita. Saya selalu mengambil keputusan dengan kepentingan terbaik Klub. Sroman abraaya tetap berkomitmen pada nilai-nilai ini. Itulah sebabnya hari ini memberikan kepercayaan kepada Chelsea’s charitable Foundation untuk mengurus dan menjaga klub,” sambungnya.

Miliarder Rusia itu membeli Chelsea dengan nilai akuisisi sebesar 140 juta Poundsterling atau sekitar 2,6 triliun pada Juli 2003. Sejak saat itu, The Blues menjelma menjadi tim kaya dan mulai diperhitungkan di Inggris maupun Eropa.

Chelsea juga royal dalam menggelontorkan dana demi mendapatkan para pemain dan pelatih terbaik dunia.

“Saya percaya bahwa saat ini Chelsea dalam posisi terbaik untuk menjaga kepentingan klub, pemain, staf, dan penggemar,” tuntasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kemandirian Pangan dan Energi di Papua Menjadi Pilar Strategis Pembangunan Nasional

Oleh: Markus Yikwa *) Agenda kemandirian pangan dan energi kembali menempati posisi sentral dalam arah kebijakanpembangunan nasional. Pemerintah secara konsisten menegaskan bahwa ketahanan negara tidakhanya diukur dari stabilitas politik dan keamanan, tetapi juga dari kemampuan memenuhikebutuhan dasar rakyat secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Papua ditempatkansebagai salah satu wilayah kunci, baik untuk mewujudkan swasembada pangan maupunmemperkuat fondasi kemandirian energi berbasis sumber daya domestik seperti kelapa sawit. Upaya percepatan swasembada pangan di Papua mencerminkan pendekatan pemerintah yang lebih struktural dan berjangka panjang. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam berbagaikesempatan menekankan bahwa defisit beras di Papua tidak dapat diselesaikan hanya dengandistribusi antarpulau, melainkan harus dijawab melalui peningkatan kapasitas produksi lokal. Dengan kebutuhan beras tahunan yang jauh melampaui produksi eksisting, pemerintah memilihstrategi pencetakan sawah baru secara masif sebagai solusi konkret. Pendekatan ini menunjukkankeberanian negara untuk menyelesaikan masalah dari hulunya, bukan sekadar menambalkekurangan melalui mekanisme pasar jangka pendek. Kebijakan pencetakan sawah baru di Papua, Papua Selatan, dan Papua Barat tidak berdiri sendiri. Pemerintah juga menyiapkan dukungan menyeluruh berupa penyediaan benih unggul, pupuk, pendampingan teknologi, hingga pembangunan infrastruktur irigasi dan akses produksi. Sinergiantara pemerintah pusat dan daerah menjadi prasyarat utama agar program ini tidak berhentisebagai proyek administratif, melainkan benar-benar mengubah struktur ekonomi lokal. Denganproduksi pangan yang tumbuh di wilayahnya sendiri, Papua tidak hanya mengurangiketergantungan pasokan dari luar, tetapi juga membangun basis ekonomi rakyat yang lebihtangguh. Lebih jauh, visi swasembada pangan yang disampaikan Mentan Andi Amran Sulaiman menempatkan kemandirian tiap pulau sebagai fondasi stabilitas nasional....
- Advertisement -

Baca berita yang ini