MATA INDONESIA, JAKARTA – Isu soal lockdown atau penguncian wilayah DKI Jakarta berembus kencang. Bahkan sejumlah partai koalisi pemerintah seperti PDI Perjuangan, Nasdem, PSI dan PPP ikut menghembuskan wacana ini dan meminta pemerintah pusat untuk mempertimbangkannya.
Isu ini pun segera ditanggapi oleh pakar kebijakan publik Azas Tigor Nainggolan. Kata dia, sebelum membahas soal lockdown para anggota dewan tersebut perlu memahami secara baik soal apa itu lock down.
“Lockdown itu, istilah kerennya karantina. Misalnya Italia dilockdown, itu artinya dikarantina, diisolir, dijauhkan, dari pergerakan lalu lintas sosial yang umum,” ujarnya kepada Mata Indonesia, Jumat 27 Maret 2020.
Ia pun membeberkan soal karantina yang sudah diatur dalam UU No. 6 tahun 2018. Ada beberapa macam karantina yaitu karantina Rumah, karantina Wilayah dan karantina Rumah Sakit (RS). “Lalu ada juga langkah yang disebut Pembatasan Sosial. Penjelasan ini ada di pasal 49,” katanya.
Sementara pada pasal 50, 51 dan 52 menjelaskan tentang karantina rumah, yang dilakukan hanya kalau kedaruratannya terjadi di satu rumah. Karantina ini meliputi orang, rumah dan alat angkut yang dipakai.
“Orang yang dikarantina nggak boleh keluar, tapi kebutuhan mereka dijamin oleh negara,” ujarnya.
Kemudian pasal 53, 54 dan 55 menjelaskan tentang karantina wilayah. Pun untuk penentuan status darurat kesehatan nasional adalah hak Pemerintah Pusat, dalam hal ini adalah Presiden.
Lalu diikuti dengan pembentukan satuan tugas untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi sebuah wabah penyakit.
“Wilayah yang dikunci dikasih tanda karantina, dijaga oleh aparat, anggota masyarakat tidak boleh keluar masuk wilayah yang dibatasi dan kebutuhan dasar mereka wajib dipenuhi oleh pemerintah,” katanya.
Sementara pada pasal 56, 57 dan 58 adalah karantina RS yang berlaku di dalam satu atau beberapa rumah sakit saja. RS akan dikasih garis batas dan dijaga. Lalu, mereka yang dikarantina akan dijamin kebutuhan dasarnya.
Menurut Tigor yang kini diterapkan di Indonesia adalah pembatasan sosial (social distancing) dalam skala besar. Yang kemudian mengerucut menjadi pembatasan fisik (physical distancing). Hal ini sudah diatur pada pasal 59. “Ini yang tengah diterapkan di Jakarta, Solo, Tegal, Bandug hingga Malang,” ujarnya.
Tigor juga mengatakan, pembatasan sosial ini merupakan bagian dari upaya memutus penyebaran wabah, dengan mencegah interaksi sosial skala besar dari orang-orang di suatu wilayah.
Minimalnya, sekolah dan kantor diliburkan, acara keagamaan atau kegiatan skala besar dibatasi. Ini yang minimal. Sementara yang lebih tinggi, misalnya penutupan toko, mall, tempat hiburan atau larangan melakukan tindakan yang mengumpulkan orang banyak berkumpul.
“Tapi saat ini, orang-orang masih bisa berpergian, ke kantor, ke pasar, ke mall, ke dokter, ke rumah sakit, bahkan acara tertentu. Tinggal tergantung seberapa ketat aturan pembatasan sosialnya ke depan,” katanya.