MINEWS.ID, JAKARTA – Emil Salim pernah disiapkan untuk menjegal Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) untuk mendampingi Soeharto yang bakal terpilih lagi jadi presiden pada Maret 1998. Pemilihan itu diduga dilatarbelakangi kecemburuan “Kelompok Mafia Berkeley” atas kedekatan Bapak Pembangunan Indonesia itu dengan pakar pesawat terbang itu.
BJ Habibie yang pertengahan 1970 -an berhasil ‘memikat’ hati Soeharto disebut-sebut membuat kelompok dengan komandan Widjojo Nitisastro tersebut terlihat ‘cemburu.’ Kelompok yang terdiri dari ekonom terkemuka saat itu, termasuk Emil Salim, merasa disingkirkan ketika Soeharto mengabulkan apa saja yang diminta Habibie untuk memajukan teknologi Indonesia.
Padahal, sejak awal ‘Mafia Berkeley’ lah yang meletakan sendi-sendi perekonomian Indonesia hingga krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1998.
Tetapi, mereka tetap merasa Habibie tidak boleh menjadi wakil presiden mendampingi Soeharto yang bakal ditunjuk lagi menjadi presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1998.
Banyak kalangan tidak suka dengan Habibie karena kedekatannya yang amat sangat dengan Soeharto saat itu. Termasuk Kelompok yang bernama Gema Madani.
Kelompok tersebut terdiri dari sejumlah tokoh cendikiawan termasuk Prof. Saparinah Sadli, Asmara Nababan, Albert Hasibuan, Harun Zein, dan Herawati Diah. Mereka mengajukan nama Emil Salim untuk ‘menghadang’ Habibie sebagai pendamping Soeharto. Deklarasi itu dilakukan 11 Februari 1998 di Hotel Kemang seperti dilaporkan Suara Pembaruan.
Alasan mereka Emil adalah figur yang menjadi dasar pembangunan Orde Baru. Dia memang termasuk anggota Mafia Berkeley yang meletakkan dasar-dasar perekonomian Indonesia di era tersebut. Selain itu, Emil juga dianggap berintegritas sangat baik.
Langkah Gema Madani ini mendapatkan respons positif. Cuma dalam sepekan, lebih dari 100 tokoh masyarakat menyatakan dukungannya kepada Emil Salim. Dukungan antara lain disampaikan lewat pengumpulan tanda tangan di Gedung Patra Jasa Jakarta pada 16 Februari 1998.
Pendukung Emil, di acara tersebut juga terdiri dari banyak tokoh seperti Begawan Ekonomi Indonesia Prof Soemitro Djojohadikusumo, Sosiolog Selo Soemardjan, cendekiawan Nurcholish Madjid, hingga wartawan senior Rosihan Anwar.
Tetapi sayang, Soeharto tetap memilih BJ Habibie. Namun kepemimpinannya hanya berlangsung sekitar dua bulan saja, karena 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan mundur dari jabatan presiden setelah mendapat tekanan mahasiswa serta para elit yang menjadi brutus.