Dianggap Merugikan, SBSI Yogya Minta Permenaker no 2 Dicabut

Baca Juga

MATA INDONESIA, YOGYAKARTA-Penolakan soal masalah pencairan Jaminan hari Tua (JHT) terus terjadi di Yogyakarta. Kali ini datang dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) DIY.

Mereka mendatangi kantor Disnakertrans DIY Terkait Penolakan Permenaker no 2 tahun 2022 di Yogyakarta.

Ketua SBSI Yogya, Dani Eko Wiyono mengatakan Permenker No 2 tahun 2022 terjadi karena permenaker tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. Dan telah menabrak peraturan diatasnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT).

Menurutnya, buruh dan pekerja sudah membayar iuran setiap bulannya, giliran mau diambil malah dipersulit dan harus menunggu hingga usia 56 tahun, jika sekarang umurnya 30-an, jadi harus nunggu 26 tahun lagi.

“Permenker ini seolah-olah sesuai dengan undang-undang, tetapi justru menabrak peraturan pemerintah. Oleh karena itu, kami meminta dikembalikan ke peraturan semula,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan terbitnya Permenker ini karena ada kepentingan dan persoalan di tubuh BPJS Ketenagakerjaan. Ada kondisi ketika banyaknya pekerja yang terkena PHK menyebabkan gelombang pengambilan JHT cukup besar. Walaupun diklaim tidak ada masalah dengan kondisi tersebut, lalu mengapa dalam pengambilan JHT dipersulit.

Untuk itu dirinya mewakili para buruh meminta pemerintah mencabut segera Permenaker No.2 tahun 2022 ini. “Dengan alasan apapun, kami tetap akan menolak jika permenaker tersebut dipaksakan karena nantinya akan muncul kondisi yang tidak kita harapkan,” katanya.

Kadin disnakertrans DIY, Aria Nugrahadi mengatakan permenaker ini kebijakan nasional yang belum begitu dipahami secara tuntas untuk bisa memahami korelasi  dari Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). 

“Intinya ketika belum begitu jelas, maka akan timbul prasangka dan salah sangka,” katanya.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Yogyakarta, Indriyatno mengatakan secara yuridis usia pensiun itu 56 tahun, tetapi di lapangan tidak demikian.

JHT ini berbeda dengan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang diatur dalam PP No. 7/2021. Pada JKP ini usia tenaga kerja maksimal 54 tahun.

JKP itu dapat diberikan bila tenaga kerja minimal mengikuti tiga program di BPJS Ketenagakerjaan. Yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), dan JHT. JKP ini diberikan kepada tenaga kerja yang dipecat perusahaan.

“Orang mengundurkan diri, usia pensiun, dan meninggal dunia tidak bisa ikut JKP. Pada JKP tidak ada beban iuran baik dari perusahaan maupun dari tenaga kerjanya,” katanya.

JKP kata dia diambilkan dari 0,46 persen dari gaji karyawan yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan tetapi tidak dibayar oleh perusahaan atau karyawan. Namun diambil dari JKK 0,14 persen, JKM 0,10 persen, dan sisanya 0,22 persen menjadi beban pemerintah pusat.

Reporter: Muhammad Fauzul Abraar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini