Data Sementara Gempa Majene: Tiga Tewas, 24 Luka-Luka dan 2.000 Orang Mengungsi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Data sementara Jumat 15 Januari 2021 pukul 06.00 WIB, Gempa Majene dengan magnitudo 6,2 mengakibatkan tiga orang meninggal dan 24 orang luka-luka.

Data itu dari siaran pers Kepala Pusat Data, Informasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati dalam keterangan tertulisnya.

“Sebanyak 2.000 warga mengungsi ke tempat yang lebih aman,” kata Raditya di Jakarta, Jumat.

Banyak bangunan bertingkat rusak parah. Selain Kantor Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), bangunan seperti Hotel Maleo juga mengalami nasib sama.

Sementara BNPB menerima laporan gempa cukup kuat itu membuat tanah di Majene longsor terutama di tiga titik antara ruas Majene-Mamuju yang terputus.

Di lokasi itu 62 rumah, satu puskesmas, dan Kantor Danramil Malunda juga dikabarkan rusak berat.

BPBD Mamuju menurut Raditya melaporkan korban gempa yang mengungsi saat ini membutuhkan makanan, selimut, tikar, tenda, terpal, serta pelayanan medis.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Menolak Indonesia Gelap, Program Asta Cita Wujudkan Indonesia Terang

Oleh : Andika Pratama Narasi “Indonesia Gelap” yang belakangan ini digaungkan di ruang publik bukan hanya tidakberdasar, tetapi juga berpotensi merusak optimisme nasional. Sebuah bangsa yang sedangtumbuh dan terus berbenah membutuhkan energi positif serta kritik yang membangun, bukanagitasi yang memecah belah. Menyebarkan pesimisme dengan membingkai kondisi Indonesia sebagai negara yang sedang terpuruk tidak mencerminkan realitas di lapangan dan hanyaakan menciptakan kekacauan psikologis di tengah masyarakat. Secara faktual, Indonesia masih menunjukkan kemajuan yang berarti di berbagai sektor. Stabilitas ekonomi tetap terjaga, daya beli masyarakat tidak mengalami penurunan signifikan, dan geliat aktivitas sosial maupun ekonomi terus berlangsung normal. Kehidupan demokrasijuga tetap berjalan, terbukti dari tahapan-tahapan politik seperti Pemilu 2024 yang berlangsung damai dan partisipatif. Oleh karena itu, narasi tentang “Indonesia Gelap” sejatinya lebih tepat disebut sebagai propaganda ketimbang kritik substantif. aksi-aksi tersebut lebih bersifat provokatif dibandingkan sebagai upaya mencerahkan ruangdiskusi publik. Apalagi, jika narasi tersebut digerakkan tanpa data yang memadai dan hanyabertujuan menciptakan kegaduhan. Lebih dari itu, sejumlah tokoh nasional juga mencermatibahwa gerakan semacam ini kerap ditunggangi oleh kepentingan asing yang tidak inginIndonesia tumbuh sebagai negara kuat dan mandiri. Ketua Umum GP Ansor, Addin Jauharudin, mengingatkan bahwa agenda-agenda besar seperti hilirisasi sumber daya alamdan kemandirian ekonomi sering kali menjadi ancaman bagi kekuatan global yang selama inidiuntungkan dari ketergantungan Indonesia. Dalam konteks ini, narasi “Indonesia Gelap” bisadibaca sebagai bagian dari upaya merusak kepercayaan publik terhadap arah pembangunannasional. Penting untuk disadari bahwa Indonesia saat ini sedang berada pada momentum strategismenuju Indonesia Emas 2045. Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran RakabumingRaka membawa visi besar untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan secara lebih konkretmelalui delapan misi strategis yang terangkum dalam Asta Cita. Delapan pilar tersebutmencakup berbagai dimensi kehidupan bangsa, dari penguatan ideologi hinggapemberantasan korupsi, dari kemandirian pangan hingga toleransi antarumat beragama. Asta Cita bukan sekadar dokumen politik, melainkan panduan pembangunan nasional yang komprehensif. Misi ini dirancang untuk menjawab tantangan nyata bangsa, sekaligusmerespons kebutuhan masyarakat dari desa hingga kota. Di dalamnya terdapat semangatkeberlanjutan, pemerataan, dan partisipasi rakyat secara aktif dalam pembangunan. Visi initidak bisa dijalankan hanya oleh pemerintah semata, melainkan harus mendapat dukungankolektif dari seluruh komponen bangsa. Dukungan ini mulai menguat dari berbagai kalangan, salah satunya dari Aliansi JurnalisHukum (AJH). Organisasi ini menyerukan agar masyarakat meninggalkan perbedaan politikpascapemilu dan bersatu mendukung pemerintahan baru. Ketua Umum DPP AJH, Dofuzogamo Gaho, mengajak semua elemen masyarakat, terutama intelektual, aktivis, danprofesional, untuk berperan aktif dalam memastikan terlaksananya Asta Cita secara optimal. Ia menekankan pentingnya menjaga persatuan dan menolak adu domba dari kekuatan luaryang ingin menggagalkan cita-cita kebangkitan Indonesia. Dalam momentum 27 tahun reformasi, refleksi terhadap capaian dan kekurangannya jugamenjadi penting. AJH menyoroti bahwa masih terdapat tantangan besar dalam upayamewujudkan keadilan sosial, reformasi birokrasi, dan pemberantasan korupsi. Namun, semangat reformasi tidak boleh padam. Justru di era Prabowo-Gibran, harapan untukmembenahi kelemahan-kelemahan reformasi kembali terbuka lebar. Pemerintahan barumembawa komitmen untuk bekerja cepat, serius, dan tepat sasaran dalam mengatasi berbagaiproblem nasional. Pemerintah pun menegaskan bahwa pembangunan ke depan tidak akan hanya berfokus padapertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan hasil pembangunan. Program membangun daridesa, hilirisasi industri, serta penguatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikandan kesehatan menjadi inti dari kerja nyata yang diharapkan rakyat. Semua ini terangkumdalam Asta Cita, yang menjadi kompas arah pembangunan nasional jangka panjang. Masyarakat harus lebih cermat dalam menyikapi setiap narasi yang tersebar, terutama di era digital saat ini. Disinformasi dan agitasi dengan kemasan populis bisa membelokkanpemahaman publik terhadap arah kebijakan negara. Oleh karena itu, peran media massa dantokoh masyarakat sangat strategis untuk mengedukasi publik dan memperkuat optimismebangsa. Membangun Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat bukanlah pekerjaan singkat. Iniadalah kerja generasi, kerja yang membutuhkan sinergi antara negara dan rakyatnya. Semuapihak perlu menyadari bahwa pesimisme kolektif hanya akan memperlambat kemajuan. Sebaliknya, dengan mendukung agenda nasional secara rasional dan partisipatif, cita-citaIndonesia Emas 2045 bukanlah ilusi, melainkan tujuan yang sangat mungkin diraih. Oleh karena itu, narasi “Indonesia Gelap” harus dilawan dengan data, prestasi, dan kerjanyata. Bangsa ini tidak sedang menuju kegelapan, melainkan sedang menapaki jalan panjangpenuh harapan. Dengan menjadikan Asta Cita sebagai panduan pembangunan nasional, Indonesia akan terus bergerak menuju masa depan yang lebih terang, kuat, dan bermartabat di mata dunia. *Penulis adalah Pengamat dari Kajian Stategis Indonesia...
- Advertisement -

Baca berita yang ini