MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Sudan akan mengerahkan sejumlah besar pasukan ke negara bagian Darfur Selatan. Keputusan ini dilakukan menyusul pembunuhan terhadap 15 orang dalam perang antar suku belum lama ini.
Darfur Selatan merupakan negara bagian dari wilayah yang bergejolak di sebelah barat Sudan, yang mengalami konflik pahit yang meletus tahun 2003. Sejak saat itu, Darfur Selatan menjadi sangat mencekam.
Konflik berawal dari perselisihan mengenai sumber air antara anggota suku Masalit dan Fallata di kota Gereida. Di luar perkiraan, konflik menjadi brutal dan berakhir dengan pembunuhan dua orang dari suku Fallata, kata kantor berita SUNA, mengutip dua pernyataan pemimpin setempat.
Salah satu pemimpin mengatakan bahwa anggota Fallata menangapi dengan membunuh 13 orang dari suku Masalit dan melukai 34 orang lainnya. Sebagai catatan, Gereida terletak di 97 kilometer di Selatan Nyala, ibu kota negara bagian Darfur Selatan.
“Pertemuan komite keamanan negara dengan militer dan pemimpin komunitas lokal di Gereida memutuskan untuk mengerahkan pasukan dalam jumlah besar untuk mengejar para pelaku dan mengumpulkan senjata,” kata Gubernur Darfur Selatan, Mousa Mahdi, melansir Reuters, Senin, 28 Desember 2020.
Konflik menyebar di wilayah Darfur barat Sudan sejak 2003, setelah sebagian besar pemberontak non-Arab bangkit melawan Khartoum. Pasukan pemerintah dan terutama milisi Arab yang bergerak untuk menekan pemberontakan dituduh melakukan kekejaman yang meluas. Diperkirakan 300 ribu orang tewas dan 2,5 juta mengungsi.
Pada Oktober, otoritas transisi Sudan menyelesaikan kesepakatan damai dengan beberapa kelompok pemberontak dari Darfur. Akan tetapi, kesepakatan tersebut mengecualikan kelompok yang paling aktif di lapangan.
Sementara pekan lalu, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk mengakhiri misi penjaga perdamaian PBB dan Uni Afrika di Darfur, yang dikenal sebagai UNAMID. Misi ini akan berakhir pada 31 Desember, setelah lebih dari 13 tahun operasi itu ditetapkan.
Banyak penduduk Darfur mengatakan UNAMID belum secara efektif melindungi mereka. Meski begitu, mereka khawatir penarikan tersebut akan membuat konflik di Darfur lebih mengerikan.