MATA INDONESIA, JAKARTA – Masih harus berjuang dengan kemiskinan, negara baru Timor Leste kini juga harus ikut menghadapi pandemi Covid19 dan krisis yang mengancam dunia. Akibatnya negeri itu semakin berat perangi kemiskinan.
Bagaimana dampaknya bagi Timor Leste? Sejak kemunculan kasus pertama Covid19 di Timor Leste, pemerintah langsung melakukan lockdown atau penguncian Kota Dili.
Akibatnya, kesulitan negara itu semakin menjadi-jadi karena harapan mereka untuk maju menjadi sirna.
Berkurangnya pendapatan hingga kebangkrutan bisnis harus dialami negara itu. Ditambah lagi harga minyak dunia anjlok. Padahal itu adalah sektor andalan satu-satunya.
Menurut laporan Bank Pembangunan Asia (ADB), pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Timor Leste per kapita diperkirakan minus 3,7 persen pada 2020.
Keadaan Timor Leste, seperti dilansir matamatapolitik, semakin parah oleh pukulan petroleum fund (PF) atau dana hasil pengelolaan perminyakan yang kini tinggal 1,8 miliar dolar AS. Dana itu adalah 90 persen anggaran pemerintah Timor Leste.
Meskipun produksi minyak tetap berlanjut di tengah masa sulit ini, PF kian hari semakin menurun. Padahal 10 tahun lalu dana itu masih 6,9 miliar dolar AS. Selain itu pemerintah juga harus terus mengeluarkan biaya untuk pembelian alat perlindungan bagi para staff medis dan juga bantuan dana dana darurat.
Tak hanya perekonomian, wabah Covid 19 juga berdampak pada kehidupan sosial di Timor Leste. Bahkan diketahui sangat ekstrem.
Sekitar 41 persen penduduk di Timor Leste kini harus hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan kebijakan lockdown serta pembatasan pergerakan masyarakat untuk menghambat penyebaran wabah itu, membuat banyak pekerja harian dan informal kehilangan nafkah.
Hal itu karena transportasi umum dihentikan sementara menyebabkan banyak dari mereka terpaksa menerima penurunan pendapatan. Mereka tinggal di rumah tanpa uang.
Penjual jalanan harus berjalan kaki lebih jauh untuk menemukan pelanggan, petani kebingungan karena tidak memiliki cara menjual produk mereka di kota-kota yang jaraknya sangat jauh, pemilik toko kecil tidak memiliki pelanggan jika mereka membuka toko sepanjang hari.
Beberapa orang juga memiliki akses sangat terbatas untuk pergi ke layanan kesehatan karena penyakit lain akibat seluruh tenaga medis fokus memerangi Covid19.
Warga yang miskin tidak lagi memiliki akses terhadap mata pencaharian mereka, sehingga mereka cenderung semakin jatuh ke dalam jurang kemiskinan yang lebih besar.
Memperpanjang masa lockdown terus merugikan orang miskin yang tidak memiliki akses ke layanan medis, pendapatan, serta mata pencaharian.
Selain itu, timbul juga berbagai kasus kekerasan yang kebanyakan dialami perempuan selama mematuhi aturan tetap tinggal di rumah.
Laporan The Nabilan Baseline Report menunjukkan 59 persen perempuan Timor Leste berusia antara 15 dan 49 tahun telah mengalami kekerasan oleh pasangan mereka secara fisik dan juga seksual.
Hal itu semakin diperparah dengan buruknya kondisi finansial rumah tangga sehingga menimbulkan stres berkepanjangan.
Berbagai upaya telah di lakukan oleh Timor Leste untuk menangani berbagi masalah yang ada. Sejauh ini diketahui pemerintah telah memberikan berbagai bantuan seperti dana listrik kepada setiap rumah sebesar 15 dolar AS.
Selain itu per kepala rumah tangga akan mendapatkan sekitar 100 dolar AS per bulan. Namun untuk para tunawisma masih belum jelas bagaimana pemerintah membantunya.
Tetapi bantuan itu menghadapi masalah karena anggaran nasional ditolak pada Januari 2020 akan menghambat pemberian bantuan darurat tersebut. (reporter: Dhelana Unggul Parastri)