Cina Kian Mengancam, Pasukan Khusus AS Latih Militer Taiwan

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) diam-diam mengerahkan pasukan operasi khusus dan marinirnya untuk melatih militer Taiwan. Latihan ini ternyata telah berlangsung selama setahun.

Melansir The Wall Street Journal, langkah ini ditempuh lantaran Cina menjadi semakin agresif dengan klaim teritorialnya di pulau tersebut.

Beberapa lusin operator khusus dan pasukan pendukung melatih unit kecil pasukan darat Taiwan. Sementara kontingen Marinir bekerja dengan pasukan maritim lokal dalam pelatihan perahu kecil, menurut laporan itu, yang mengutip pejabat AS yang enggan menyebutkan namanya.

Laporan berita itu muncul di tengah rekor jumlah penerbangan militer Cina di sekitar pulau itu. Tentara Pembebasan Rakyat melakukan total 149 penerbangan militer selama empat hari terakhir, termasuk 56 penerbangan pada Senin (4/10), The Associated Press melaporkan.

Latihan ini juga terjadi pada saat meningkatnya ketegangan antara AS-Cina atas berbagai masalah mulai dari perdagangan, hak asasi manusia, hingga Covid-19. Dan tentu saja latihan militer ini akan semakin memantik kemarahan Beijing.

Dalam sebuah pernyataan kepada Journal, Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi kedaulatan dan integritas teritorialnya.

“Saya tidak memiliki komentar tentang operasi, keterlibatan, atau pelatihan tertentu, tetapi saya ingin menyoroti bahwa dukungan kami dan hubungan pertahanan dengan Taiwan tetap selaras dengan ancaman saat ini yang ditimbulkan oleh Republik Rakyat Cina,” juru bicara John Supple tulis dalam pernyataan email, melansir Military.com, Jumat, 8 Oktober 2021.

Supple mengatakan AS mendesak resolusi damai untuk ketegangan atas Taiwan – sebuah pulau demokrasi di lepas pantai daratan Cina yang menandatangani pakta pertahanan bersama dengan AS tahun 1954. Sementara Beijing menganggapnya sebagai provinsi yang memisahkan diri dan semakin menegaskan klaim atas Taiwan.

Di bawah kebijakan puluhan tahun, AS mempertahankan ambiguitas strategis terhadap Taiwan, yang berarti Washington tidak secara eksplisit mengatakan akan datang ke pertahanan pulau itu dalam konflik dengan Cina.

Kebijakan tersebut dirancang untuk menghindari memprovokasi Beijing sementara juga tidak membuat Taiwan secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan, sebuah langkah yang dapat mengarah pada invasi Cina.

Sebagai bagian dari kebijakan Satu Cina, AS tidak secara resmi memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Tetapi hubungan AS dengan Kota Taipei, ibu kota Taiwan, telah semakin dalam dalam beberapa tahun terakhir. Di bidang pertahanan, itu sudah termasuk miliaran USD dalam penjualan senjata.

Selama sidang konfirmasi pada Mei, Christopher Maier, asisten Menteri Pertahanan AS untuk operasi khusus, mengatakan kepada para senator bahwa dia yakin Taiwan dapat memperoleh manfaat dari pelatihan operasi khusus untuk peperangan tidak teratur, tetapi tidak mengindikasikan bahwa pelatihan semacam itu telah dilakukan.

“Saya pikir itu adalah sesuatu yang harus kita pertimbangkan dengan kuat saat kita memikirkan persaingan di seluruh rentang kemampuan berbeda yang dapat kita terapkan,” kata Maier.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini