Cerita Penjajah Jepang Bebaskan Warga Indonesia Salat Id

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Jika kita bergembira saat Shalat Idul Fitri sekarang, pernahkah kita bayangkan seperti apa pelaksanaannya saat kita dalam cengkeraman penjajah, seperti Jepang.

Saat Jepang masuk ke Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta melakukan politik kolaborasi dengan pemerintahan Negara Matahari Terbit itu.

Selama dikuasai pada periode 1940-1945, Jepang memberi keleluasaan kepada rakyat pribumi untuk merayakan Idul Fitri.

Namun, Shalat itu dibatasi waktunya yaitu sejak pagi buta usai subuh. Alasannya, seperti diungkap buku “Di Bawah Pendudukan Jepang 1940-1942,” bangsa Jepang memiliki tradisi Seikerei yaitu menyembah Dewa Matahari dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit.

Alhasil, umat Islam Indonesia harus mengalah pada Jepang si “saudara tua” dengan menggelar salat id lebih dini sebelum mentari bersinar.

Padahal, di awal pendudukan bahkan Jepang mengeluarkan propaganda bahwa penduduk pribumi bebas melaksanakan salat id di tempat terbuka maupun masjid-masjid.

Berita Terbaru

Program Hilirisasi Stimulus Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Oleh : Ricky Rinaldi Di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian, pemerintah Indonesia menunjukkan arahpembangunan yang semakin tajam dan strategis. Salah satu jurus jitu yang kini menjadi fokusadalah program hilirisasi industri—langkah konkret yang tak hanya menjanjikan nilai tambahekonomi, tapi juga membuka pintu kesejahteraan yang lebih merata di daerah. Di Kalimantan Tengah, suara dukungan terhadap hilirisasi disampaikan oleh Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Siti Nafsiah, yang menyoroti ketergantungan ekonomi daerahterhadap sektor primer dan kini pemerintah mendorong transformasi menuju ekonomi berbasisindustri untuk masa depan yang lebih stabil. Menurutnya, kondisi ini menjadikan ekonomidaerah rentan terhadap gejolak harga global dan menyulitkan pembangunan jangka panjangsecara berkelanjutan. Ia menilai bahwa struktur ekonomi berbasis bahan mentah memerlukan penyempurnaan agar lebih produktif dan berkelanjutan, sejalan dengan visi pemerintah pusat. Karena itu, iamenegaskan pentingnya peralihan menuju hilirisasi sebagai langkah strategis yang harus segeradiwujudkan. Siti Nafsiah juga mengungkapkan sektor industri pengolahan menghadapi tantangan, namunpeluang pemulihan sangat besar dengan dukungan hilirisasi dari pemerintah. Padahal, sektor iniseharusnya menjadi fondasi utama dalam mendorong transformasi ekonomi dan peningkatannilai tambah komoditas unggulan daerah. Ia menyebut bahwa pengembangan industri hilir untuk komoditas seperti kelapa sawit, karet, rotan, dan hasil pertanian lainnya sangat penting agar proses pengolahan dapat dilakukanlangsung di daerah. Langkah ini dinilai akan meningkatkan daya saing, membuka lapangankerja, serta memperkuat ketahanan ekonomi lokal. Untuk itu, ia mendorong agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah segera menetapkankebijakan pembangunan yang berpihak pada hilirisasi. Menurutnya, penyediaan infrastruktur, kemudahan perizinan, dan pelatihan teknis bagi pelaku usaha lokal adalah langkah konkret yang perlu diprioritaskan. Ia menilai bahwa hilirisasi bukan sekadar pilihan, tetapi merupakankebutuhan strategis yang harus direspons dengan kebijakan terintegrasi dan pendampingan nyata. Dukungan terhadap hilirisasi tidak datang dari daerah saja. Dari level nasional, Kepala BadanPusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, juga menyampaikan pandangan senada. Iamenyatakan bahwa program hilirisasi industri terbukti mampu mendorong pertumbuhanekonomi daerah hingga mencapai dua digit. Ia mengacu pada data beberapa provinsi yang telahtersentuh oleh industrialisasi, dan menunjukkan lonjakan pertumbuhan ekonomi dalam wakturelatif singkat. Amalia menambahkan bahwa dampak paling nyata dari hilirisasi terlihat di kawasan ekonomikhusus (KEK) dan kawasan industri di berbagai wilayah. Ketika struktur ekonomi daerahdiperkuat oleh sektor industri, ketahanan ekonomi wilayah tersebut meningkat secara signifikan. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa hilirisasi adalah langkah yang efektif dan berdampaklangsung pada pembangunan ekonomi. Ia juga menyampaikan bahwa keberhasilan hilirisasi bisa menjadi rujukan strategi pembangunannasional ke depan. Menurutnya, pemerataan industrialisasi di berbagai daerah merupakan kuncipenting untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara menyeluruh. Lebih lanjut, Amalia menilai bahwa kebijakan hilirisasi sejalan dengan target Presiden PrabowoSubianto dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai angka 8 persen. Iamenekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, kalangan insinyur, dan pelaku industridalam mendukung percepatan transformasi industri di seluruh wilayah Indonesia. Pandangan ini memperkuat keyakinan bahwa hilirisasi bukan hanya strategi lokal, melainkanbagian integral dari visi besar pembangunan nasional. Pemerintah telah menunjukkan komitmenserius dalam mewujudkan reindustrialisasi sebagai landasan pertumbuhan ekonomi yang kokohdan berkelanjutan. Di Kalimantan Tengah, peluang ini harus dijawab dengan langkah konkret. Pemerintah daerahdapat menyusun peta jalan hilirisasi yang berbasis potensi lokal, seperti pengembangan industrikelapa sawit, karet, rotan, dan pertanian. Kawasan industri terpadu yang dekat dengan sumberbahan baku harus diprioritaskan untuk menekan biaya logistik dan meningkatkan efisiensiproduksi. Selain itu, pelaku usaha lokal, khususnya UMKM dan koperasi, perlu dilibatkan dalamekosistem hilirisasi. Pelaku usaha lokal perlu dilibatkan secara aktif sebagai mitra utama dalamrantai nilai industri nasional. Program hilirisasi juga memiliki dampak sosial yang luas. Ketika industri tumbuh dan lapangankerja tercipta, maka kesejahteraan masyarakat akan ikut meningkat. Pendapatan yang naik berartidaya beli meningkat,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini