Bupati Kutim Ditangkap KPK, Dugaannya Korupsi Tambang Hingga Barang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Bupati Kutai Timur (Kutim), Ismunandar dan beberapa orang lainnya. Banyak dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Ismunandar, mulai dari pajak pertambangan hingga pengadaan barang dan jasa.

Selain menangkap Ismunandar dan beberapa orang lainnya, tim KPK juga menggeledah rumah bupati tersebut.

Perihal penangkapan itu dibenarkan pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri dan Ketua KPK Firli Bahuri.

“KPK melakukan tangkap tangan terhadap sejumlah orang, salah satunya kepala daerah,” ujar Ali Fikri, Jumat 3 Juli 2020 dini hari.

Namun keduanya belum mau memberikan rincian tindak pidana korupsi yang dilakukan Ismunandar.

Dari informasi yang beredar, KPK sebelumnya pernah mengingatkan kepala daerah di Kalimantan Timur termasuk dari Pemerintah Kabupaten Kutai Timur agar mengoptimalkan penangihan piutang pajak tambang.

Namun, dikabarkan KPK melihat ada tindak pidana korupsi pada pengadaan barang dan jasa di pemerintah kabupaten tersebut.

Hingga kini Tim KPK yang dipimpin Deputi Penindakan Karyoto masih bekerja di Kalimantan Timur sebelum membawa Bupati dan mereka yang ditangkap serta barang bukti ke Jakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini