BIN Gencarkan Vaksinasi untuk 10 Wilayah di Sultra

Baca Juga

MATA INDONESIA, KENDARI – Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Sulawesi Tenggara atau Binda Sultra menggencarkan vaksinasi untuk 10 kabupaten/kota.

Kepala BIN Daerah Sulawesi Tenggara Brigjen Raden Toto Oktaviana mengatakan bahwa pelayanan vaksinasi COVID-19 diselenggarakan di 12 lokasi di Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Konawe Utara, Konawe Selatan, Muna Barat, Buton Tengah, Buton, Buton Selatan, dan Wakatobi serta Kota Baubau.

Menurutnya, Binda Sultra menargetkan pelayanan vaksinasi yang dilaksanakan di 12 lokasi di 10 kabupaten dan kota bisa menjangkau 1.875 orang.

“Realisasi sekitar 2.700 orang, dengan sasaran pelajar dan lansia. Kami melakukan vaksinasi door to door (dari pintu ke pintu) agar menjangkau seluruh masyarakat yang belum sempat datang ke lokasi vaksinasi,” katanya, Jumat 3 Desember 2021.

Menurut Toto, masyarakat setempat cukup antusias mengikuti kegiatan vaksinasi dari Binda Sultra.

“Kami bersyukur karena masyarakat begitu antusias mengikuti kegiatan vaksinasi COVID-19 yang dilaksanakan oleh Binda Sultra bersama pemda setempat,” ujarnya.

Binda Sultra rutin menggelar pelayanan vaksinasi COVID-19 sejak Oktober 2021 dan sekarang menggencarkan penyelenggaraan pelayanan vaksinasi guna mendukung pencapaian target cakupan vaksinasi pada akhir 2021.

“Harapannya seluruh pihak saling bersinergi guna mencapai 70 persen masyarakat tervaksin pada akhir tahun 2021,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini