BIN gelar Vaksinasi untuk 133 Orang di Lanny Jaya

Baca Juga

MATA INDONESIA, LANNY JAYA – Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua atau Binda Papua bersinergi dengan Dinas Kesehatan Lanny Jaya melaksanakan vaksinasi tahap I dan tahap II bagi masyarakat dan pelajar di wilayah tersebut.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lanny Jaya Doli Kogoya, S.Kep mengatakan bahwa kegiatan vaksinasi kali ini digelar di RSUD Tiom Kabupaten Lanny Jaya, Jln. Wamena-Tiom, Distrik Tiom, Kabupaten Lanny Jaya.

Dari target 150 orang, pihaknya berhasil memberikan vaksinasi untuk 133 orang. “Dengan rincian, tahap I sebanyak 96 orang, tahap II sebanyak 37 orang, tertunda 17 orang karena tidak hadir,” ujarnya, Jumat 5 November 2021.

Doli pun menyampaikan terima kasih kepada para peserta yang sudah bersedia ikut vaksinasi. Ia pun berharap 70 persen warga di Lanny Jaya segera tervaksin sehingga akan terbentuk kekebalan bersama.

“Sehingga kita dapat kembali beraktivitas normal kembali dan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan,”katanya.

Ia juga mengimbau kepada peserta yang sudah divaksinasi agar tetap mematuhi protokol kesehatan yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menjauhi kerumunan.

“Tujuannya untuk menghindari corona. Sekaligus menjaga keluarga dan orang lain dari Covid-19,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini