Beredar, Teori Konspirasi Soal Paten Vaksin untuk Virus Korona 2019-nCov

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Setelah wabah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona baru di Wuhan, Cina Desember tahun lalu dan di Amerika Serikat (AS) 21 Januari, beberapa kelompok dan individu menyebarkan info palsu di Facebook tentang misteri patogen dan teori konspirasi vaksin.

Banyak posting mengklaim virus itu telah dipatenkan, beberapa bahkan menduga, virus itu dibuat di laboratorium dan vaksin sudah ada.

“Penyakit mode baru yang disebut ‘coronavirus’ sedang menjadi berita utama,” demikian bunyi sebuah postingan Facebook, yang diambil dari Twitter.

Seperti dilansir USA Today, ada netizen yang mencurigai bahwa sebenarnya virus corona yang berkembang sekarang adalah virus lama dan sudah mendapat paten pada 2015 dan pengembangannya sejak 2003.

Komentar itu ditanggapi dengan isu konspirasi serupa. Menurut netizen paten untuk virus corona baru itu berakhir tanggal 22 Januari.

“Kami memiliki wabah yang tiba-tiba. Lalu sudah ada vaksin yang tersedia secara ajaib,” begitu netizen berkomentar.

Faktanya, belum ada vaksin yang tersedia untuk virus corona baru, yang untuk saat ini digunakan oleh virus moniker 2019 novel coronavirus, atau 2019-nCoV. Semua postingan soal paten tersebut berkaitan dengan dua virus yang berbeda dalam keluarga virus corona.

Menurut Centers for Disease Control (CDC) and Prevention AS, virus corona adalah sekelompok virus yang cenderung menyebabkan penyakit pernapasan pada manusia dan berbagai penyakit lain pada hewan.

Namanya berasal dari mahkota, atau penampilan virus infektif seperti korona ketika dilihat di bawah mikroskop.

Salah satu paten adalah untuk urutan genetik virus yang menyebabkan SARS, atau sindrom pernafasan akut yang parah, penyakit yang menyebar ke puluhan negara pada tahun 2003. Saat itu, lebih dari 8.000 orang terjangkit dan menewaskan 774.

“Pengurutan dilakukan di CDC selama wabah SARS dan merekalah yang mengajukan paten,” Matthew Frieman, seorang peneliti coronavirus di University of Maryland, seperti dikutip USA Today.

CDC mengatakan kepada Associated Press pada tahun 2003 bahwa agensi tersebut mengklaim kepemilikan untuk memastikan akses, dan untuk mencegah orang lain mengendalikan teknologi.

Dalam sebuah wawancara telepon dengan USA Today, profesor hukum dari Universitas Columbia Harold Edgar mengatakan telah mengikuti kasus Mahkamah Agung A.S. yang diputuskan pada 2013. Undang-undang paten AS menyatakan tidak lagi mengizinkan paten pada urutan virus seperti yang ada di alam.

Paten lain yang diduga terkait adalah untuk mutasi virus bronkitis unggas, atau IBV, yang menginfeksi unggas, tetapi tidak untuk manusia. Paten diajukan oleh Pirbright Institute, sebuah lembaga penelitian di Inggris yang misinya adalah untuk mencegah dan mengendalikan “penyakit virus ternak.” Mutasi diciptakan untuk melemahkan, atau melemahkan virus, sehingga dapat digunakan sebagai vaksin untuk melindungi ayam dari penyakit.

Jadi, menurut Frieman, tidak ada satu pun yang mengacu kepada virus 2019-nCoV baru. Maka, jelas merupakan teori palsu yang menyatakan virus itu dibuat di laboratorium, dipatenkan dan sudah dibuat vaksinnya.

Para peneliti masih berupaya memahami asal-usul, penyebaran, dan tingkat keparahan virus corona terbaru. Wabah dimulai pada awal Desember di Wuhan, sebuah kota dengan sekitar 11 juta orang di Cina tengah.

Bukti menunjukkan bahwa virus tersebut kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang telah terjadi untuk virus corona lainnya di masa lalu. Virus SARS, misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar, dan kemudian menyebar ke manusia melalui musang, binatang mirip kucing yang dimakan sebagai makanan di Asia, terutama Cina. Virus SARS kemudian terbukti menular dari orang ke orang.

Kisah serupa terjadi pada tahun 2012 dengan virus yang bertanggung jawab untuk Sindrom Pernafasan Timur Tengah, atau MERS, yang mungkin juga berasal dari kelelawar, dan kemudian menyebar ke manusia melalui unta.

Sementara kasus-kasus penyakit pernapasan berlakangan ini baru pertama kali dilaporkan pada orang-orang yang memiliki koneksi ke pasar ikan di Wuhan. Pasar itu juga menjual hewan hidup lainnya termasuk yang eksotik.

Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, Anthony Fauci mengatakan kepada Scientific American pada 22 Januari bahwa virus baru “hampir pasti” berasal dari hewan.

Jadi jelas lah bahwa virus corona baru juga dapat menular dari orang ke orang, meskipun tidak diketahui seberapa mudah penyebarannya. Mungkin saja penyakitnya tidak separah SARS, tetapi pejabat kesehatan mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahuinya dengan pasti. Gejalanya meliputi demam, batuk dan napas pendek.

Hingga kini sudah 56 orang tewas dan 3000 an terjangkit virus tersebut. Kematian terutama terjadi pada orang tua atau mereka yang memiliki masalah kesehatan lain. Sementara kasus serupa yang terjadi di Thailand, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan, menudut CDC orang yang terjangkitin dalam keadaan baik.

Vaksin untuk menanggulanginya, menurut CDC, sedang dalam proses. Fauci menjelaskan dalam wawancaranya dengan Scientific American bahwa agensi tersebut (CDC) bermitra dengan Moderna, sebuah perusahaan bioteknologi, untuk membuat vaksin berbasis messenger RNA.

Vaksin itu siap digunakan tiga bulan mendatang jika keadaan masih darurat. Sementara pengerjaan sebenarnya bisa memakan waktu satu tahun.

Memang selama peneliti Cina mengetahui urutan terjadinya virus baru tersebut, banyak perusahaan farmasi menyiapkan vaksinnya. Jadi tidak benar vaksinnya sudah ada seperti isu yang beredar di media sosial tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Jaga Demokrasi Pilkada Papua, Pemerintah Antisipasi Gangguan OPM

PAPUA — Pemerintah dan aparat keamanan berkomitmen kuat untuk menjaga keamanan dan stabilitas demi kelancaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)...
- Advertisement -

Baca berita yang ini