Berbagi Beban Perlindungan Sosial Bersama Pemerintah Daerah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu telah mengerek laju inflasi di negeri ini. Pemerintah pun menyadari dampak kebijakan itu. Bantalan berupa alokasi dana perlindungan bantuan sosial pun sudah siap.

Alokasi dana perlindungan sosial sebagai bentuk respons pemerintah agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Nilai alokasi dana pemerintah mencapai Rp24,17 triliun. Masyarakat sudah merasakan dampak kenaikan harga yang berasal dari pengaruh global tersebut.

Menurut Menkeu Sri Mulyani, ada tiga jenis bantalan sosial tambahan.

  • Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan alokasi anggaran sebesar Rp 12,4 triliun dan menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Penyalurnya adalah Kemensos melalui PT Pos Indonesia.
  • Kedua, Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan alokasi anggaran Rp9,6 triliun. Bantuan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kepada 16 juta pekerja sasaran. Masing-masing akan menerima sebesar Rp 600.000.
  • Ketiga, pemerintah daerah (pemda) menyiapkan sebanyak dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU). Yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), untuk subsidi di sektor transportasi.

Subsidi dana yang berasal dari pemda dengan nominal anggaran Rp2,17 triliun ini bagi angkutan umum hingga nelayan serta untuk perlindungan sosial tambahan. Selain itu, pemda juga harus melindungi daya beli masyarakat. Dalam konteks itu, pemerintah pusat pun terus mendorong pemerintah daerah segera merealisasikan kewajiban menganggarkan dana untuk bantuan sosial.

Menurut catatan Kemendagri dan Kementerian Keuangan, saat ini terdapat 542 pemda. Baik pemerintah kabupaten, pemerintah kota, kota administrasi, serta kabupaten administrasi yang tersebar di 37 provinsi di Indonesia.

Subsidi dana yang berasal dari pemda, peruntukan bagi angkutan umum hingga nelayan serta untuk perlindungan sosial tambahan, serta mendongkrak daya beli masyarakat.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan anggaran belanja tersebut sebagai syarat penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) ke daerah.

Dalam peraturan Menteri Keuangan nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022 menyebutkan pemda wajib untuk melaporkan penganggaran dan realisasi atas belanja kepada Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK).

Laporan penganggaran belanja paling lambat pada 15 September 2022. “Jika laporan sudah masuk, langsung DAU nya bayarkan, ” ujar Astera.

Dalam PMK tersebut, pemda wajib menyalurkan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk bantuan sosial. Adapun bantuan sosial tersebut bagi tukang ojek, pelaku UMKM, dan nelayan. Kemudian untuk penciptaan lapangan kerja serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.

Adapun alokasi yang sebesar 2 persen dari dana transfer umum tersebut bertujuan untuk mengurangi dampak inflasi. Pemerintah daerah wajib membantu penanganan dampak inflasi di masing-masing daerah.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini