MATA INDONESIA, JAKARTA – Berbagai cara dilakukan pemerintah supaya propaganda Kelompok Separatis dan Teror Papua (KSTP) tidak didengar masyarakat Papua.
Apalagi sejak April 2021, KSTP resmi ditetapkan sebagai kelompok teroris. Selain tindakan hard approach yang dilakukan TNI-Polri lewat Satgas Nemangkawi, pemerintah juga melakukan tindakan soft approach yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) .
”Dalam hal yang sifatnya preemtif, kami melakukan upaya soft approach di Papua. Dan dalam hal ini berkaitan dengan penetapan KKB menjadi kelompok terorisme oleh pemerintah yang telah dijelaskan Bapak Menko Polhukam, kami melakukan refocusing kegiatan di mana upaya-upaya BNPT adalah memaksimalkan upaya soft approach,” kata Kepala BNPT Boy Ramli Amar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Kamis 27 Mei 2021.
Tujuannya, kata Boy, agar radikalisasi dan propaganda yang dilakukan kelompok pro separatis tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat yang berada di tanah Papua.
BNPT mencoba melakukan kegiatan-kegiatan soft approach, melakukan kegiatan agar masyarakat yang ada di tanah Papua senantiasa mencintai NKRI. ”Oleh karena itu, pendekatan lunak yang kami harapkan dapat kami laksanakan dengan sebaik-baiknya. Sehingga seluruh masyarakat nantinya yakin dan percaya kepada apa yang telah ada saat ini. Terutama proses pendekatan kesejahteraan oleh pemerintah dengan menetapkan tanah Papua sebagai daerah otonomi khusus,” ujarnya.
Pemerintah saat ini telah memberikan program pembangunan yang sifatnya pembangunan fisik, dan BNPT berharap bisa berbuat lebih dalam hal pembangunan non fisik, terutama membangun karakter keIndonesiaan bagi masyarakat Papua. Pihaknya juga membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di Papua dan Papua Barat yang sebelumnya belum ada. ”Kegiatan soft approach akan kami lakukan bersama tokoh adat, pemuka adat, pemuka agama, tokoh masyarakat yang ada di Tanah Papua,” kata Boy.
Soal penegakan hukum, Boy menegaskan bahwa pihaknya memberikan dukungan kepada Satgas Nemangkawi untuk dapat melaksanakan penegakan hukum yang tegas, terukur, objektif dan menghormati HAM. Sehingga, dalam pelaksanaan operasi ini dan penerapan UU Terorisme Nomor 5/2018 bukan sebagai bentuk dendam kepada kelompok bersenjata yang telah menimbulkan korban dari masyarakat sipil dan aparat.