MINEWS.ID, JAKARTA – Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua sesumbar melaporkan Sistem Informasi Penghitungan Suara Komisi Pemilihan Umum (Situng KPU) ke Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ). Bisakah?
Ketua Tim Hukum Jokowi- Ma’ruf Amin Yusril Ihza Mahendra menjelaskan Mahkamah Internasional tersebut.
Dalam konferensi persnya, Jum’at 28 Juni 2019 malam Yusril menjelaskan panjang lebar soal pengadilan tersebut.
Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag dan dibentuk pada 1945. Saat ini ada dua jenis pengadilan di bawah mahkamah itu.
Pertama adalah International Court of Justice (ICJ) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Organisasi itu dibentuk untuk mengadili sengketa antarnegara, misalnya soal perbatasan negara.
Kedua, International Criminal Court (ICC) yang dibentuk berdasarkan Statuta Roma pada 1998. Fungsinya mengadili pelaku kriminal perorangan atau kelompok yang dinilai sangat serius, seperti kejahatan perang atau genosida.
Majelis itu beranggotakan 15 orang hakim yang menjabat selama sembilan tahun dan dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB. Mereka akan selalu bersidang di Den Haag, Belanda.
Hakim-hakim itu dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem hukum yang terpenting di dunia diwakili oleh mahkamah.
Anggota mahkamah tidak boleh diisi dua hakim dengan kewarganegaraan yang sama. Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali.
Mereka juga tidak boleh menduduki jabatan lain selama menjadi hakim di Mahkamah Internasional.
Semua persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya. Apabla terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan.