MATA INDONESIA, JAKARTA – Koordinator TPDI Petrus Selestinus mengungkapkan fakta yang mengejutkan mengenai geliat gerakan kelompok Islam radikal yang mulai menyusup masuk ke Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ia mengungkapkan bahwa kelompok yang menamakan diri sebagai Pejuang Subuh Sumba ini menyebarkan pengaruhnya lewat dakwah kepada para penduduk setempat yang sudah mayoritas beragama Kristen Protestan dan Katholik. Gerakan serupa juga dilakukan oleh seorang Ustaz bernama Nababan.
“Mengenai Pejuang Subuh Sumba adalah organisasi yang kebanyakan dipromotori oleh anggota Polisi aktif yang bertugas di Pulau Sumba. Berdasarkan hasil penelusuran saya di berbagai sumber informasi online, Pejuang Subuh berafiliasi dengan Organisasi FPI,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Mata Indonesia, Minggu 4 Juli 2021.
Petrus menjelaskan bahwa komunitas yang memakai logo Penunggang Kuda Hitam dengan Bendera Hitam ini disinyalir sebagai pendukung Rizieq Shihab. Hal ini dikuatkan dengan sebuah video yang tersebar mengenai seruhan dari seorang anggota Pejuang Subuh untuk turut membela Rizieq pada waktu penurunan baliho beberapa waktu lalu.
“Selain itu, informasi lain yang saya himpun menyatakan bahwa Pejuang Subuh juga memiliki penasihat adalah Ustaz Felix Ziauw yang kerap kali pengajarannya ditolak oleh mayoritas Muslim di Indonesia,” katanya.
Tak hanya itu, praktik kelompok ini melakukan proses islamisasi yang bertolak belakang dengan pola yang dilakukan oleh NU atau Muhamadiyah pada umumnya.
“Mereka mengajak orang masuk Islam dengan iming-iming uang dan fasilitas biaya, beasiswa pendidikan tinggi hingga S1,” ujarnya.
Petrus pun berharap agar pergerakan yang eksklusif seperti ini perlu mendapat tindakan yang tegas dari pemerintah daerah dan tokoh-tokoh lintas agama di NTT. Lantaran diduga memiliki afiliasi dengan aliran radikal seperti Wahabi dan HTI. Bahkan mereka disinyalir memiliki agenda untuk mengislamkan seluruh NTT.
“Gerakan ini tak boleh dibiarkan karena cepat atau lambat akan melahirkan kelompok kecil yang eksklusif sehingga mengganggu toleransi, merusak budaya dan adat istiadat lokal di NTT,” katanya.
Ia juga menilai pergerakan yang anti Pancasila dan kemajemukan ini jelas-jelas melanggar SKB Menteri Agama dan Mendagri No. : 1 Tahun 1979 Tentang Tata Cara Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia.
“Karena itu, Pemda NTT, Gereja, NU, Muhamadiyah, dan lainnya perlu meningkatkan kerjasama, memperkuat partisipasi umat beragama dengan budayanya yang kuat untuk menolak praktek Islam radikal,” ujarnya.