MATA INDONESIA, JAKARTA-Pasokan bahan baku yang cukup dan rantai pasok/sistem distribusinya tidak bocor menjadi kunci untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng. Hal itu dikatakan oleh Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus.
“Masalah fundamental tersebut hanya bisa diatasi jika ada pengaturan tata niaga yang baik, adil dan transparan serta pengawasan, penegakan hukum yang konsisten dan efektif,” kata Deddy di Jakarta.
Deddy menilai, Kenaikan harga minyak goreng yang konsisten sejak akhir tahun 2021, sebenarnya adalah akibat pengaruh melonjaknya harga komoditas CPO dan turunannya di pasar dunia.
Hal ini mendorong para pengusaha melakukan ekspor untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga menyebabkan kelangkaan dan memicu kenaikan harga.
Menurut dia, ketika pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan DMO, DPO dan HET, para produsen CPO banyak yang menahan produksinya. Sehingga menyebabkan pasokan minyak goreng sulit didapatkan oleh pabrikan.
Sementara CPO yang dihasilkan melalui kebijakan DMO tersebut ke pabrik minyak goreng, tidak tersalurkan. Sebab di tingkat distributor, terjadi kebocoran dalam bentuk penimbunan, spekulasi dan penyeludupan.
“Hal inilah yang memicu kelangkaan, kenaikan harga dan akhirnya menyebabkan panic buying di tengah-tengah masyarakat,” ujar Deddy.
Dia menjelaskan, kebutuhan bahan baku minyak goreng itu hanya 5,7 juta ton, sementara produksi mencapai 51 juta ton dalam bentuk CPO dan PKO. Artinya kebutuhan itu hanya 10 persen dari total produksi, alias barangnya lebih dari cukup. “Persoalannya adalah tata niaga dan penegakan hukum, itu inti masalahnya,” kata Deddy.