MATA INDONESIA, PYONGYANG – Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan bahwa pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden berikut anggota pemerintahannya menunjukkan akan tetap mempertahankan kebijakan yang bermusuhan dengan Pyonyang.
Dalam salah satu pernyataan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara menuduh AS menghina harkat dan martabat sang pemimpin, Kim Jong Un dengan melayangkan kritik terhadap situasi hak asasi manusia di Korea Utara.
Pihak Korea Utara beranggapan bahwa kritik terhadap hak asasi manusia merupakan bentuk provokasi yang menunjukkan, Paman Sam bersiap untuk perang dengan negara yang berada di kawasan Asia Timur itu.
Direktur Jenderal Departemen Urusan AS, Kementerian Luar Negeri, Kwon Jong Un mengutip pidato kebijakan pertama Joe Biden saat Kongres, di mana Biden menyatakan bahwa program nuklir Korea Utara dan Iran menimbulkan ancaman yang akan ditangani melalui diplomasi dan pencegahan yang tegas.
Kwon mengatakan, hal tersebut tidak masuk akal dan merupakan pelanggaran hak Korea Utara untuk membela diri bagi AS untuk menyebut pencegahan defensifnya sebagai ancaman. Pidato Biden “tak tertahankan” dan “kesalahan besar,” kata Kwon.
“Pernyataannya jelas mencerminkan niatnya untuk tetap menegakkan kebijakan permusuhan terhadap DPRK seperti yang telah dilakukan oleh AS selama lebih dari setengah abad,” katanya, menggunakan inisial nama resmi Korea Utara, melansir Reuters, Minggu, 2 Mei 2021.
Kwon menambahkan, pembicaraan diplomasi AS ditujukan untuk menutupi tindakan permusuhannya, dan pencegahannya hanyalah sarana untuk menimbulkan ancaman nuklir ke Korea Utara.
“Sekarang setelah kebijakan Biden menjadi jelas, Korea Utara akan dipaksa untuk menekan langkah-langkah yang sesuai, dan seiring waktu AS akan berada dalam situasi yang sangat serius,” pungkasnya.
Di bawah tinjauan kebijakan yang diumumkan pada Jumat (30/4), Biden telah menetapkan pendekatan baru untuk menekan Korea Utara agar menyerahkan senjata nuklir dan rudal balistik yang akan mengeksplorasi penggunaan diplomasi tetapi tidak mencari kesepakatan besar dengan Kim, kata Gedung Putih.