MATA INDONESIA, JAKARTA – Cina mendesak Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah Natuna Utara. Sebagaimana diketahui, wilayah maritim tersebut diklaim kedua negara sebagai milik mereka.
Permintaan Beijing ini merupakan yang pertama kalinya. Namun, sukses meningkatkan ketegangan atas sengketa sumber daya alam antara kedua negara di wilayah strategis dan ekonomi global yang bergejolak.
Pemerintah Cina bahkan sudah melayangkan surat kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia. Dalam surat itu tertulis, pemerintah Cina meminta Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran di rig lepas pantai, pasalnya Beijing mengklaim bahwa wilayah itu merupakan teritorialnya.
“Jawaban kami sangat jelas bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,” kata Muhammad Farhan, anggota Komisi 1 DPR RI, melansir Reuters, Rabu, 1 Desember 2021.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan bahwa setiap komunikasi diplomatik antar negara bersifat rahasia. Sehingga isinya tidak dapat dibagikan ke hadapan publik.
Menurut Indonesia – negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, ujung Laut Cina Selatan merupakan zona ekonomi ekslusifnya (ZEE) di bawah konvensi PBB mengenai Hukum Laut dan menamakan wilayah tersebut sebagai Laut Natuna Utara tahun 2017.
Namun, Beijing menolak klaim tersebut. Negeri Tirai Bambu bersikeras bahwa jalur air itu berada dalam klaim teritorialnya yang luar di Laut Cina Selatan yang ditandai dengan “sembilan garis putus-putus” berbentuk U – sebuah batas yang ditemukan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag tahun 2016.
“(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat Cina untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut,” sambung Farhan.
Sebagaimana diketahu, Cina merupakan mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.
Farhan mengatakan bahwa Cina, dalam surat terpisah, juga memprotes latihan militer Garuda Shield yang telah berlansung sejak 2009. Ini merupakan latihan perang TNI AD dan tentara Amerika Serikat terbesar sepanjang sejarah, di mana terdapat 2,161 prajurit TNI AD dan 1,547 tentara AS yang berpartisipasi dalam latihan militer ini.
“Dalam surat resmi mereka, pemerintah Cina mengungkapkan keprihatinan mereka mengenai stabilitas keamanan di daerah itu,” ucapnya.