MATA INDONESIA, KUPANG – Sekelompok anak muda yang tergabung dalam Aliansi Peduli Komodo menggelar diskusi di Taman Nostalgia (Tamnos) Kota Kupang pada Selasa, 2 Agustus 2022. Diskusi ini dilakukan untuk mengkritisi aksi represif aparat kepolisian saat mengamankan aksi demo di Labuan Bajo sehari sebelumnya.
Anggota Aliansi Peduli Komodo Cristo Kolimo mengatakan bahwa pihaknya mengecam tindakan pemukulan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap dua orang aktivis yang ikut dalam aksi demo pada 1 Agustus 2022.
“Polisi memukul dua orang yang yang aksi memungut sampah di Labuan Bajo. Lalu hari ini sempat ada demo dari KNPI Manggarai Barat tapi dibubarkan secara paksa,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa hal ini yang mendorong pihak aliansi untuk bergerak dan merespon tindakan represif yang terjadi di Manggarai Barat.
“Kemudian kita tau bersama bahwa pengelola tiket masuk Pulau Komodo adalah PD Flobamor. Kita hanya berharap agar pemberlakuan tarif masuk ini tidak dipakai sebagai kepentingan politis di Manggarai Barat,” katanya.
Selanjutnya mantan Ketua GMKI Cabang Ba’a Yan Piter Lelo mengatakan bahwa ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh aliansi terkait kejadian di Manggarai Barat.
Yang pertama adalah terkait aksi represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap aktivis yang ikut berdemo.
“Tindakan represif ini harus kita kawal bersama supaya tidak terjadi lagi di kemudian hari,” katanya.
Yang kedua terkait peraturan daerah (perda) yang mengatur tarif masuk Pulau Komodo. Diharapkan sebelum membuat perda, ada baiknya pelaku-pelaku usaha dilibatkan agar tidak terkesan pemerintah membuat keputusan sendiri.
Sedangkan perwakilan IRGSC NTT Ardi Milik menjelaskan bahwa Labuan Bajo merupakan salah satu wilayah di NTT yang memiliki potensi pariwisata luar biasa. Namun, sayangnya ada wacana untuk menggusur orang -orang asli yang sudah lama bermukim di sana.
Menurutnya, selain mengkritisi tindakan represif yang dilakukan oleh aparat, aliansi juga perlu mengkritisi tindakan perampasan lahan tersebut agar tidak terjadi seperti di Sumba maupun Besipae.
“Untuk langkah ke depan, kita juga perlu meminta bantuan kepada para praktisi hukum untuk melakukan gugatan hukum atas perda yang dikeluarkan oleh Pemprov NTT agar tuntutan kita bisa kuat. Terutama kaitannya dengan penunjukan PD Flobamor sebagai pengelola tiket masuk Pulau Komodo,” ujarnya.
Sebagai informasi dalam aksi demo pada 1 Agustus 2022, polisi menahan tiga aktivis terkait aksi unjuk rasa atau demo menolak kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK). Ketiga aktivis tersebut adalah Rafael Todowela, Aloysius Suhartim Karya dan Eras.
Demo tersebut disertai dengan aksi mogok yang berlangsung dari 1 Agustus 2022 hingga 30 Agustus 2022. Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan keras atas penetapan biaya ke TNK yakni Pulau Komodo, Pulau Padar dan kawasan perairan di sekitarnya dari Rp 150.000 menjadi Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun.