Minews.id, Kota Kupang – Puluhan massa yang tergabung dalam Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (Saksiminor) menggelar aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Kupang pada Senin, 7 Juli 2025. Aksi ini menyoroti kejanggalan dalam penanganan kasus mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terutama terkait hilangnya pasal narkoba dan dugaan praktik koruptif dalam proses hukumnya.
Yohanes Klau, Wakil Ketua bidang Kaderisasi dan Ideologi GMNI cabang Kupang, dalam orasinya, secara tegas mempertanyakan absennya dakwaan narkoba terhadap Fajar Widyadharma, meskipun mantan Kapolres tersebut terbukti positif menggunakan narkotika saat ditangkap pada 20 Februari 2025.
“Entah ada apa sehingga pasal soal narkoba tidak dimuat. Saya menduga, jangan sampai kasus narkoba ini juga menarik banyak persoalan kepolisian,” ujarnya, mengisyaratkan adanya praktik terselubung yang berpotensi melibatkan jaringan luas.
Klau mendesak agar akumulasi kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kekerasan seksual, dan dugaan kasus narkoba oleh Fajar Widyadharma dapat diberikan hukuman yang semaksimal mungkin.
“Kami ingin publik mengetahui bahwa ada ketidakadilan yang lahir di Nusa Tenggara Timur. Jangan sampai ada narasi liar yang berkembang bahwa ada apa sehingga kasus narkoba ini tidak masuk. Oleh karena itu, kami meminta agar kasus narkoba ini diusut tuntas dan pasalnya diakumulasikan guna memberikan hukuman yang maksimal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Klau mempertanyakan mengapa kasus narkoba “hilang” di tangan Polda NTT, sembari menyatakan kecurigaannya terhadap adanya upaya perlindungan yang terstruktur terhadap eks Kapolres Ngada. Menurutnya, hal ini bisa menjadi bagian dari “solidaritas Kepolisian” yang justru merusak institusi.
“Untuk apa melindungi oknum-oknum bejat yang justru bukan memperbaiki institusi malah merusak institusi kepolisian,” tukasnya, menekankan pentingnya membersihkan institusi dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik kepolisian.
Massa aksi mendesak Kapolda Nusa Tenggara Timur untuk memastikan hukuman maksimal bagi Fajar Widyadharma dan meminta agar seluruh pasal yang dilanggar dimasukkan dalam berita acara pemeriksaan.
“Kami tegaskan, tolong seret eks Kapolres Ngada dengan hukum yang semaksimal mungkin,” seru Klau.
Adapun pernyataan sikap yang dibacakan Andraviani Umbu Laiya, Ketua GMKI Cabang Kupang mewakili Saksiminor, merinci beberapa poin penting yang mengarah pada dugaan adanya intervensi dan potensi korupsi dalam penanganan kasus ini:
1. Jaksa Penuntut Umum Harusnya Mengkualifikasikan Kejahatan Eks Kapolres Ngada sebagai TPPO
Saksiminor menyatakan keprihatinan mendalam atas tidak dimasukannya pasal TPPO ke dalam dakwaan Fajar Widyadharma. Menurut mereka, unsur-unsur dalam Pasal 2 UU No. 21/2007 (tentang TPPO) jelas terpenuhi, mulai dari proses rekrutmen korban melalui perantara, penggunaan posisi kuasa sebagai Kapolres, hingga tujuan eksploitasi seksual.
“Fakta bahwa FWLS secara aktif meminta ‘anak-anak perempuan yang lebih muda’ menunjukkan keterlibatan langsung dalam jaringan eksploitasi seksual,” jelas Andraviani.
Kejanggalan muncul ketika hanya Fani (F) yang menurut dakwaan bertindak atas arahan Fajar, diseret ke pengadilan dengan UU TPPO, sementara “aktor utama yang menerima dan mengeksploitasi korban justru lolos.” Ini mengindikasikan adanya pemecahan tanggung jawab yang tidak berdasar dan menyakiti rasa keadilan.
2. Periksa dan Ungkap Peran “V” secara Transparan
Berdasarkan siaran pers Komnas HAM, Fajar Widyadharma secara langsung meminta “V” untuk mencarikan anak perempuan di bawah umur. “V” kemudian membawa “F” dan bahkan meminta “F” mengaku sebagai siswi SMP di hadapan Fajar. Saksiminor mempertanyakan mengapa keterlibatan “V” belum diungkap secara terang dan menyeluruh oleh aparat penegak hukum, menimbulkan pertanyaan tentang upaya menutup-nutupi peran kunci dalam jaringan ini.
3. Tuntaskan Kasus Narkoba! Jika Mantan Kapolres Terbukti Pakai Narkoba, Mengapa Tak Ada Dakwaan Tambahan?
Saksiminor menyoroti fakta bahwa Fajar Widyadharma telah terbukti positif menggunakan narkotika saat ditangkap pada 20 Februari 2025, sebagaimana disampaikan oleh Karopenmas Divisi Humas POLRI, Brigjen Trunoyudo W. Andiko. Namun, hingga saat ini, tidak ada kejelasan tindak lanjut proses hukum atas pelanggaran tersebut.
“Tindak pidana narkotika tidak boleh dinegosiasikan terlebih jika pelakunya adalah orang yang selama ini diberi kewenangan untuk memberantasnya,” tegas pernyataan sikap, mencurigai adanya ‘permainan’ untuk menghindari dakwaan serius.
4. Hentikan Perlakuan Khusus di Rutan, Semua Warga Negara Sama di Hadapan Hukum!
Saksiminor mengecam keras pernyataan serta kebijakan Kepala Rutan Kelas IIB Kupang yang menyediakan ruang khusus, kamar mandi pribadi, dan berbagai fasilitas di luar standar bagi Fajar Widyadharma dengan alasan “keamanan dan keselamatan.”
Perlakuan istimewa ini, menurut Saksiminor, menunjukkan diskriminasi terhadap tahanan lain dan “menghancurkan prinsip dasar negara hukum bahwa semua warga sama dan setara di hadapan hukum.” Perlakuan istimewa ini secara tidak langsung menunjukkan adanya korupsi fasilitas dan penyalahgunaan wewenang.
5. Independensi Hakim Harus Dijaga dan Dipastikan
Saksiminor menegaskan pentingnya menjaga independensi dan integritas hakim dalam memeriksa perkara Fajar Widyadharma. Mereka menekankan bahwa pengadilan harus berfungsi sebagai arena keadilan, bukan sebagai “meja tawar-menawar” dalam kasus yang melibatkan relasi kuasa dan pelanggaran oleh aparat.
6. Wujudkan Solidaritas dan Pelindungan Penuh untuk Korban
Saksiminor menyampaikan dukungan penuh kepada semua korban, terutama anak-anak, dan mendesak negara untuk menyediakan proses pemulihan yang utuh, menyeluruh, dan bermartabat. Mereka juga meminta media dan masyarakat untuk menjaga kerahasiaan identitas korban. (Nino)
