MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Jumlah korban meninggal dunia di Myanmar terus bertambah. Kelompok Advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik atau Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) melaporkan lebih 500 warga sipil merenggang nyawa di tangan pasukan keamanan.
Sebanyak 14 warga sipil tewas pada Senin (30/3), di mana delapan korban di antaranya berada di distrik Dagon Selatan, di kota terbesar Yangon.
Pasukan keamanan di daerah itu menembakkan senjata kaliber yang lebih berat dari biasanya pada Senin ke arah pengunjuk rasa yang berjongkok di belakang barikade kantong pasir, kata saksi mata.
Televisi pemerintah mengatakan pasukan keamanan menggunakan senjata anti huru hara untuk membubarkan kerumunan pengunjuk rasa yang kejam dan menghancurkan trotoar.
Pasukan keamanan berdalih, apa yang mereka lakukan semata-mata untuk menghentikan protes dan menjaga stabilitas keamanan negara. Namun, langkah yang ditempuh pasukan keamanan Myanmar ini menuai kecaman baik dari dalam negeri maupun internasional.
Seorang penduduk di distrik Dagon mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar terus menebar teror dan meningkatkan kekhawatiran akan lebih banyak korban.
“Terjadi penembakan sepanjang malam,” kata warga yang enggan disebutkan namanya, melansir Reuters, Selasa, 30 Maret 2021.
Kampanye pembangkangan sipil yang menyerang pemerintahan junta militer Myanmar telah melumpuhkan sebagian besar ekonomi dan dalam taktik baru, para demonstran meningkatkan kampanye dengan meminta penduduk meninggalkan sampah di jalan utama.
“Aksi mogok sampah ini adalah aksi menentang junta. Semua orang dapat bergabung,” tulis sebuah poster di media sosial.
Gambar yang diposting di media sosial menunjukkan tumpukan sampah yang menumpuk di kota Yangon. Kampanye tersebut dilakukan untuk menyangkap seruan yang dikeluarkan melalui pengeras suara di beberapa lingkungan di kota Yangon.
Sebelumnya, salah satu kelompok utama di balik protes, Komite Pemogokan Umum Kebangsaan menyerukan dalam surat terbuka di Facebook untuk bergabung dengan pengunjuk rasa anti-kudeta.
Sementara dii utara Myanmar, pertempuran meletus pada Minggu (28/3) antara pemberontak etnis Kachin dan militer di daerah pertambangan batu giok Hpakant.
Sementara pejuang dari Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) Myanmar, menyerang sebuah kantor polisi dan militer menanggapi dengan serangan udara, media Kachinwaves melaporkan.