MATA INDONESIA, JAKARTA-Akreditasi menjadi hal penting bagi asosiasi jasa konstruksi sebagai standar serta penentu kelayakan jasa konstruksi yang efektif dan efisien.
“Akreditasi menjadi penentu kelayakan sebuah asosiasi mendirikan lisensi lembaga sertifikasi badan usaha atau lembaga sertifikasi profesi sebagai standar persyaratan untuk lembaga sertifikasi produk, proses, dan jasa,” kata Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Ekonomi dan Investasi Dadang Rukmana, Jumat 28 Mei 2021.
Hingga saat ini kata dia, sudah 72 asosiasi badan usaha, 61 asosiasi profesi, dan 13 asosiasi terkait rantai pasok konstruksi.
Meski demikian, berdasarkan jumlah tersebut, baru 26 persen yang terakreditasi yaitu 12 asosiasi badan usaha, 25 asosiasi profesi, satu asosiasi terkait rantai pasok konstruksi berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 1410/KPTS/M/2020 tentang Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi, Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi dan Asosiasi Terkait Rantai Pasok Jasa Konstruksi Terakreditasi.
Ia mengatakan Kementerian PUPR mendorong percepatan akreditasi bagi asosiasi di sektor jasa konstruksi yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2020.
“Dengan ini, sangat dimungkinkan masyarakat jasa konstruksi ikut terlibat melaksanakan sebagian kewenangan pemerintah pusat sehingga tercipta iklim penyelenggaraan jasa konstruksi yang transparan, persaingan usaha yang sehat, menjamin kesetaraan, serta penyederhanaan semua skema dan pengaturan bidang jasa konstruksi,” ujarnya.
Dadang menambahkan Kementerian PUPR juga meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Material dan Peralatan Konstruksi (SIMPK) yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan informasi penawaran dan permintaan, sekaligus efisiensi rantai pasok material dan peralatan kontruksi di bidang data dan informasi.
“Pencanangan ini merupakan langkah awal untuk memberikan kemudahan bagi pemangku kepentingan di sektor jasa konstruksi,” katanya.