Akhir Tahun, Masyarakat Bisa Gunakan Jalan Layang Lenteng Agung dan Tanjung Barat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Pekerjaan jalan layang (fly over) Lenteng Agung dan Tanjung Barat diperkirakan bakal selesai tepat waktu pada akhir 2020 oleh Pemerintah Kota Jakarta Selatan.

“Kita sudah lakukan pengecekan, untuk melihat progres pekerjaannya sudah berjalan sesuai rencana,” kata Kepala Suku Dinas Bina Marga Kota Jakarta Selatan Heru Suwondo, di Jakarta, Rabu 5 Agustus 2020.

Ada dua pengerjaan jalan layang di wilayah Jakarta Selatan merupakan proyek pembangunan dari Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta yang pengerjaannya telah dimulai sejak akhir 2019, yakni jalan laying Lenteng Agung dan jalan layang Tanjung Barat.

Jalan layang Lenteng Agung dengan total anggaran Rp 143,5 miliar memiliki panjang total 880 meter, dengan pembagian, sisi barat di seberang IISIP sepanjang 430 meter dan sisi timur 450 meter.

“Untuk Lenteng Agung progres cukup bagus, pengerjaan mencapai 79 persen, bagian atas sudah terbentuk bahkan sudah bisa kita lintasi waktu pengecekan,” katanya.

Selanjutnya, jalan layang Tanjung Barat memiliki total panjang 1.120 meter dengan rincian sisi selatan sepanjang 470 meter, sisi utara memiliki panjang 580 meter dengan lebar sekitar delapan meter dan tinggi masing-masing sisi 6,5 meter.

“Pengecekan kondisi di lapangan untuk jalan layang Tanjung Barat sudah 66 persen rampung,” ujarnya.

Pembangunan jalan layang Lenteng Agung dan Tanjung Barat bertujuan untuk mengurai kemacetan lalu lintas di kawasan tersebut karena adanya perlintasan sebidang rel kereta api. Dengan dibangunnya jalan layang, kendaraan tidak perlu lagi menyeberang atau berbelok di atas perlintasan, tetapi menggunakan jalan layang tersebut.

Begitu juga dengan masyarakat yang hendak menyeberang juga dilengkapi dengan jembatan penyeberangan orang (JPO) yang dilengkapi lift, sehingga ramah untuk penyandang disabilitas.

“Mudah-mudah akhir tahun ini sudah bisa dilintasi, sudah banyak masyarakat yang menanyakan ke saya kapan selesainya, tapi harusnya dinas yang memberikan pernyataan ini,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini