MINEWS, JAKARTA – Pergerakan mata uang rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) diramalkan bakal berbalik melemah tipis pada perdagangan Jumat 9 Agustus 2019.
Sebagai informasi, di akhir perdagangan Kamis 8 Agustus 2019 kemarin rupiah ditutup menguat atas dolar AS di level Rp 14.208 per dolar AS atau menguat 0,11 persen dari penutupan hari sebelumnya.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa yang bakal membuat rupiah bergerak melemah karena ada sejumlah sentimen eksternal dan internal yang jadi pemberat.
Dari eksternal di antaranya, pertama, Bank Sentral Cina kembali menstabilkan mata uangnya untukumenahan keluarnya arus modal  ke luar negeri, dan ada harapan AS-Cina kembali bernegosiasi di awal bulan ini.
“Tidak hanya itu, AS juga mempertimbangkan untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk jika dialog membuahkan hasil positif,†ujar Ibrahim pada Kamis sore kemarin.
Kedua, soal rilis data ekonomi China. Pada Juli, ekspor China tumbuh 3,3 persen secara tahunan. Atau Jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang turun 1,3 persen. Rilis data tersebut memberikan hasil yang lebih bagus dari ekspektasi. Hal inilah yang memberikan sentimen positif ke pasar.
Ketiga, dalam minggu ini, Bank Sentral Selandia Baru akan ikut jejak India dan Thailand yang telah memotong suku bunga. Hal ini bertujuan agar pasar tumbuh dan bank sentral negara lainnya akan bergabung dalam pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut.
Ada harapan bahwa Bank Sentral Amerika  (The Fed )  akan kembali agresif lakukan pemangkasan suku bunga lebih dari 25 bps dalam pertemuan di bulan September.
â€Hal ini masih tertanam dengan kuat ke dalam pasar obligasi,  setelah melihat  kondisi ekonomi global yang terus memburuk akibat ketidakpastian perang dagang dan Brexit,†ujar Ibahim.
Sementara sentimen internal bagi rupiah di antaranya, pertama, soal rilis data Bank Indonesia (BI) soal penjualan ritel pada Juni turun 1,8 persen secara tahunan. Bahkan jauh memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang membukukan kenaikan 7,7 persen.
Walaupun penjualan ritel turun tapi rupiah mendapat berkah dari turunnya suku bunga Bank Sentral, India, Bank Sentral Thailand dan Bank Sentral Selandia Baru di minggu ini, sehingga dana asing kembali masuk ke dalam negeri.
Kedua, pada Jumat ini, Â BI akan mengumumkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk kuartal II-2019. Investor akan sangat mencermati data ini, terutama di pos transaksi berjalan (current account). BI memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal II-2019 lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya.
“Ketika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin parah, maka mata uang akan sangat tergantung kepada arus modal di pasar keuangan alias hot money yang bisa datang dan pergi sesuka hati. Ini membuat mata uang lebih rentan berfluktuasi, tidak stabil,†kata Ibrahim.
Ia memperkirakan mata uang garuda akan ditutup melemah tipis pada kisaran Rp 14.175 per dolar AS – Rp 14.240 per dolar AS.