Aduh! Rupiah Melemah Lagi akibat Perang Dagang dan Konflik Hong Kong

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Pelemahan mata uang rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) kembali berlanjut di akhir perdagangan hari kedua pekan ini, Selasa 23 Agustus 2019.

Adapun hingga pukul 15.37 WIB, posisi rupiah berada di level Rp 14.323 per dolar AS atau melemah 0,53 persen dari penutupan hari sebelumnya.

Mengutip data dari RTI Business, sejumlah mata uang Asia juga mengalami hal yang serupa dengan rupiah. Mata uang Yen Jepang melemah atas dolar AS 0,08 persen dan Yuan China turun 0,07 persen. Sementara mata uang dolar Singapura malah stagnan atau tak bergerak dari penutupan kemarin.

Namun pergerakan sejumlah mata uang negara maju bergerak variatif. Dolar Australia tercatat menguat atas dolar AS sebesar 0,24 persen. Sementara mata uang euro dan poundsterling malah melemah masing-masing sebesar 0,21 persen dan 0,07 persen.

Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim, mengatakan bahwa pelemahan rupiah sepanjang hari ini masih disebabkan oleh ketidakpastian hubungan dagang antara AS dan China yang mendorong minat investor untuk mengoleksi emas.

“Pasalnya, pada akhir pekan lalu Presiden AS, Donald Trump, mengatakan dirinya masih belum siap untuk membuat kesepakatan dengan China. Sebelumnya dirinya juga sudah mengancam akan mengenakan tarif 10 persen pada produk impor asal China senilai 300 miliar dolar AS,” kata dia pada Selasa sore ini.

Selain itu, kata Ibrahim, pada hari ini People’s Bank of China juga menurunkan titik tengah resmi yuan untuk hari kesembilan berturut-turut menjadi 7,0326 per dolar AS. Yuan telah menjadi titik fokus sejak pekan lalu ketika Beijing membiarkan mata uang jatuh di bawah 7 per dolar, mendorong Washington untuk secara resmi menyebut Beijing sebagai manipulator mata uang, dan semakin meningkatkan perang perdagangan yang sedang berlangsung antara kedua belah pihak.

Yuan China saat ini berada pada tingkat yang sesuai dan fluktuasi tidak serta merta akan menyebabkan aliran modal yang tidak teratur, kata seorang pejabat senior di People’s Bank of China kepada Reuters, Selasa.

Di sisi lain keresahan politik di Hong Kong yang menyebabkan bandara kota menghentikan operasi dan kekhawatiran perdagangan Tiongkok-AS membuat  indek dollar diuntungkan.

“Sehingga dikhawatirkan banyak dana asing yang keluar dari Tiongkok sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian tiongkok,” ujar Ibrahim.

Sementara dari dalam negeri, guna mempertahankan stabilitas nilai mata uang rupiah, BI kembali memantau keadaan pasar dengan cara melakukan intervensi dalam pasar obligasi dan valas melalui transaksi DNDF.

Hal ini bertujuan demi membendung penghindaran risiko yang dipicu kekhawatiran akan krisis keuangan di Argentina dan risiko politik di Hong Kong serta perang dagang.

Walaupun begitu, intervensi ini hanya menahan pelemahan sesaat karena banyak sentimen negatif dari luar. Tetapi BI benar-benar ikut berjibaku dalam menstabilkan mata uangnya,” kata Ibrahim.

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Diharapkan Jadi Pendorong Inovasi dalam Pemerintahan

Jakarta - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024, diharapkan dapat mendorong inovasi serta memperkuat sinkronisasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini