MATA INDONESIA, WASHINGTON – Pejabat senior Amerika Serikat dan Israel mengadakan pertemuan Kelompok Konsultatif Strategis pertama pada Kamis (12/3), membicarakan soal Kesepakatan Nuklir Iran 2015. Hal ini diungkapkan oleh Gedung Putih.
Selama pertemuan virtual tersebut, Gedung Putih mengatakan, perwakilan kedua negara membahas sejumlah topik, termasuk ancaman dari Iran. Respresentatif Amerika Serikat diwakili oleh Penasihat Keamanan Nasional, Jake Sullivan, sedangkan Israel diwakili oleh Meir Ben-Shabbat.
“Selama diskusi, kedua belah pihak berbagi perspektif tentang masalah keamanan regional yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, termasuk Iran, dan menyatakan tekad bersama mereka untuk menghadapi tantangan dan ancaman yang dihadapi kawasan,” kata Juru Bicara NSC Emily Horne, melansir Reuters, Jumat, 12 Maret 2021.
Pemerintahan Biden menggambarkan pertemuan tersebut sebagai bagian dari upaya dari AS dan Israel untuk menarik Iran ke dalam pembicaraan mengenai Teheran dan agar Teheran melanjutkan kepatuhan dengan Kesepakatan Nuklir Iran 2015.
Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menarik AS dari Kesepakatan Nuklir Iran tahun 2018 dan kembali menerapkan sanksi ekonomi. Saat itu Trump menilai bahwa kesepakatan nuklir tersebut hanya menguntungkan Teheran.
Departemen Luar Negeri pada Kamis (11/3) menegaskan bahwa Paman Sam tidak akan menawarkan insentif sepihak kepada Iran untuk menghadiri pembicaraan yang sejauh ini telah ditolak. Namun, AS memastikan akan mencabut sanksi ekonomi yang diterapkan oleh mantan Presiden Donald Trump.
“Penasihat Keamanan Nasional menyetujui pentingnya konsultasi strategis antarlembaga dan berjanji untuk melanjutkan keterlibatan ini,” kata Horne.
Pemerintahan Presiden Joe Biden membatasi diri dengan Israel. Mantan Senator Delaware itu bahkan membutuhkan waktu selama beberapa pekan untuk melakukan panggilan pertama dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Pada akhir Januari, Jenderal tertinggi Israel menyangsikan Presiden Biden akan membawa AS kembali bergabung ke Kesepakatan Nuklir 2015. Ia juga mengatakan bahwa militernya memperbarui rencana operasionalnya melawan Iran –negara yang dipimpin oleh Presiden Hassan Rouhani.
“Kembali ke Perjanjian Nuklir 2015, atau bahkan jika itu adalah kesepakatan serupa dengan beberapa perbaikan, adalah buruk dan salah dari sudut pandang operasional dan strategis,” ungkap Letnan Jenderal Aviv Kohavi dalam pidatonya di Institut Universitas Tel Aviv, Israel.