MATA INDONESIA, JAKARTA – Madame LaLaurie adalah seorang sosialita asal New Orleans yang terkenal kejam karena telah melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap para budaknya. LaLaurie juga sering disebut sebagai pembunuh berantai pertama di Amerika Serikat dengan jumlah korban hingga mencapai 100 orang. Meski begitu, ia tidak pernah memperoleh pengadilan hingga akhir hayatnya.
LaLaurie lahir dengan nama Marie Delphine Macarty pada 19 Maret 1787. Ia adalah putri dari pasangan harmonis Barthelemy de McCarty dan Marie-Jeanne L’Érable. Banyak yang beranggapan LaLaurie kemudian berubah menjadi jahat setelah dia menikahi suami ketiganya, Leonard Louis Nicolas LaLaurie.
Sebelum rahasianya terbongkar, LaLaurie dulunya terkenal sebagai seorang bangsawan yang terhormat. Namun ketika kasus pembunuhannya terungkap, ia kemudian mendapatkan julukan ‘Savage Mistress of New Orleans’ atau Nyonya Biadab asal New Orleans.
Pada tahun 1831, Madam LaLaurie membeli sebuah rumah tiga lantai di 1140 Royal Street di French Quarter. Seperti sudah menjadi tradisi di wilayah tersebut, seorang wanita yang kaya raya pasti sebagian besar memiliki budak.
Mulanya LaLaurie kerap dipuji oleh masyarakat setempat karena kebaikan dan perhatiannya kepada para budak. Hingga suatu ketika munculah sebuah desas-desus bahwa apa yang dilakukan oleh LaLaurie selama ini di depan publik hanyalah bentuk pencitraan belaka.
Kebenaran pun akhirnya terungkap pada saat terjadi kebakaran di rumah LaLaurie. Masyarakat sekitar yang membantu proses evakuasi para budak pun akhirnya menemukan titik terang terhadap apa yang dicurigai selama ini.
Menurut buku karya Kalila Katherina Smith yang berjudul ‘Journey Into Darkness: Ghosts and Vampires of New Orleans’, para warga yang menyelamatkan budak LaLaurie mengatakan bahwa ia menemukan berbagai perlakuan mengerikan pada budak yang terkunci di dalam loteng.
Masyarakat setempat menemukan seorang wanita dengan mulut berisi kotoran hewan yang dijahit pada bibirnya. Banyak yang beranggapan bahwa LaLaurie tidak mungkin melakukan hal ini sendirian. Karena untuk memasukkan kotoran dan menjahit mulut budak tersebut setidaknya dibutuhkan tenaga dua orang.
Dari penggerebekan tersebut, warga juga dapat mengetahui bahwa para budak LaLaurie cukup sering mengalami penyiksaan fisik yang menyebabkan tulang-tulang mereka patah berulang kali. Tulang-tulang tersebut pun kemudian melekat kembali dengan sendirinya tanpa adanya penanganan medis yang diberikan.
Bahkan ditemukan pula seorang wanita yang kakinya patah, dan entah bagaimana perlakuan kejam yang diberikan, hingga akhirnya kaki tersebut pun membuatnya nampak seperti kepiting.
Terdapat pula dua orang wanita yang ditemukan dalam kondisi bernyawa namun salah seorang diantaranya sudah tidak memiliki lengan dan kaki. Sedangkan seorang lainnya tulangnya terpelintir dan patah karena dipaksakan untuk masuk ke dalam kandang kecil yang seharusnya digunakan oleh seekor anjing.
Warga yang menggeledah rumah LaLaurie juga menemukan sebuah eksperimen dengan seorang korban tangannya telah diamputasi dan kulitnya dikupas dalam pola melingkar, sehingga membuatnya tampak seperti manusia ulat.
Selain itu, terdapat pula sekumpulan tengkorak manusia dengan lubang di kepalanya yang sepertinya dilubangi dengan menggunakan bor. Bahkan seorang budak yang ditemukan masih hidup juga ada yang memiliki lubang di kepalanya hingga dipenuhi oleh belatung.
Budak lainnya bahkan memperoleh perlakuan yang lebih parah dengan ditemukannya tonjolan tongkat pada lubang di kepalanya yang diperkirakkan digunakan untuk ‘menggerakan’ otak budak tersebut.
Budak-budak yang telah dipukul, dicambuk, dan disiksa sedemikian rupa kemudian di masukkan ke dalam loteng tanpa pernah dijenguk sekalipun olehnya. Bahkan budak-budak yang telah meninggal, LaLaurie gantung begitu saja di dalam loteng dan biarkan pula hingga membusuk.
Perlakuan brutal LaLaurie ini bahkan membuat salah seorang budaknya yang berusia 12 tahun lebih memilih mati dengan lompat dari atap daripada harus menerima penyiksaan dari dia.
Bukti mengerikan lain yang kemudian terungkap yaitu LaLaurie memiliki sejumlah benda-benda penyiksaan, seperti belenggu dari berbagai bentuk dan ukuran, serta kerah besi dengan paku yang mengarah ke dalam. Paku tersebut akan secara otomatis menancap pada leher orang yang mengenakan kerah tersebut pada saat ia menarik nafas.
Suami LaLaurie pun sempat dimintai keterangan oleh Hakim terkait kepemilikan barang-barang berbahaya tersebut. Alih-alih memberikan pernyataan yang terang, suami LaLaurie justru membela istrinya.
“Beberapa orang lebih baik tinggal di rumah daripada datang ke rumah orang lain untuk mendikte peraturan dan mencampuri urusan rumah tangga orang lain,” ujarnya kepada Hakim.
Meski telah melakukan penyiksaan secara brutal kepada budak-budaknya, LaLaurie tidak pernah menerima hukuman dari apa yang dilakukannya. Bahkan saat kebakaran berlangsung, ia berhasil melarikan diri.
Banyak orang percaya bahwa LaLaurie pertama kali melarikan diri ke Alabama sebelum akhirnya pergi ke Paris, tempat dia menjalani sisa hidupnya dalam kebebasan. Hingga kini tidak ada yang tahu pasti bagaimana LaLaurie menjalani sisa hidupnya tanpa adanya pengadilan secara pasti.
Wanita itu telah hilang bersama dengan sopirnya. Hingga pada akhir tahun 1930-an, ditemukan sebuah pelat tembaga yang usang dan retak di Pemakaman Saint Louis New Orleans dengan nama ‘LaLaurie, Madame Delphine McCarty’ tercantum di dalamnya. (Marizke/R)