MATA INDONESIA, JAKARTA – Pada 14 Rabiul awal 1366 H atau 5 Februari 1947, lahirlah sebuah organisasi kemahasiswaanbernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dilansir dari berbagai sumber, berdirinya organisasi inidiprakasai oleh seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) bernama Lafran Pane. Ia merupakan anak ke-6 dari Sultan Panguraban Pane yang lahir pada 5 Februari 1922 di Padang Sindepuan, Sumatera Utara.
Pemuda yang kala itu masih duduk di tingkat satu bangkuperkuliahan, tumbuh di dalam lingkungan nasionalis muslim. Iapernah mengenyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta, dan sekolah Muhammadiyah.
Saat itu, Lafran menilai jika umat Islam pada umumnya belummemahamai dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Karena itu, ia mencetuskan ide untuk membentuk sebuah organisasimahasiswa yang mampu memberikan inovasi dalam segalabidang, termasuk pemahaman tentang ajaran Islam.
Pada hari Rabu, 5 Februari 1947. Lafran memanfaatkan jam kuliah Tafsir untuk mengadakan sebuah pertemuan. Ia memimpin pertemuan tersebut dengan membacakan prakata “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres.
Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa merekaorganisasi ini bisa berdiri dan berjalan“.
Acara deklarasi itu selesai hingga matahari terbenam. Ada 15 tokoh pendiri organisasi ini. Di antaranya, Lafran Pane, Kartono Zarkasyi, Dahlah Husein dan masih banyak lagi.
Organisasi ini pun mulai memperkenalkan dirinya kepadakalangan luas. Mereka pun mengutus Lafraan Pane dan AsminNasution menjadi perwakilan di Kongres Mahasiswa SeluruhIndonesia yang di adakan di Malang, Jawa Timur pada 8 Maret1947.
HMI memanfaatkan kongres tersebut sebagai alat perekanalanHMI dengan mahasiswa dari kota-kota lainnya. Upaya ini pun membuahkan hasil.
HMI dengan cepat dikenal oleh masyarakaydan mahasiswa. Beberapa bulan kemudian, berdirilah cabangHMI di Klaten, Solo, dan Malang.
Sembilan bulan setelah dibentuk, organisasi mahasiswa itumenggelar Kongres I HMI di Yogyakarta pada 30 November 1947. Dalam kongres itu, MS Mintaredja terpilih sebagai KetuaUmum Pengurus Besar (PB) HMI.
Karena HMI lahir dalam suasana negara yang masih belumstabil. Mereka rela terjun langsung ke medan pertempuran demi membantu pemerintah mengusir para penjajah dan membelakehormatan bangsa.
Ketika terjadi penghianatan dan pemberontakan oleh PKI I di Madiun pada tanggal 18 September 1948, HMI turut serta dalampenumpasan pemberontakan itu. Sejak itu lah, dendam kesumatPKI tertanam kepada HMI.
Pada Juli 1951, kedudukan PB HMI dipindahkan dari Yogyakatake Jakarta. Saat itu, Lukman E.
Hakim ditunjuk sebagai KetuaPB HMI dan Mutiar sebagai Sekjen. Mereka berduamenggantikan Lafran dan Dahlan.
Meski begitu, Lukman Hakim tidak mampu menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemimpin. Ia pun menyerahkan jabatannya itukepada A. Dahlan Ranuwihardja.
Setelah lima bulan kepemimpinannya, A. Dahlan mengadakan Kongres II pada 15 Desember 1951 di Yogyakarta. Dalam kongres itu, A. Dahlan secara sah menjabat sebafai KetuaUmum PB HMI untuk periode 1951-1953. Sedangkan posisiSekretaris Umum dipegang oleh M. Rajab.
Benih-benih kebencian PKI pada HMI sudah muncul sejaklama. Bahkan, dalam rencana kerja PKI tahun 1964-1967, HMI termasuk salah satu musuh PKI yang harus dibubarkan. Tugasuntuk membubarkan HMI diserahkan kepada ConsentrasiGerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI).
Puncak aksi tuntutan pembubaran HMI terjadi pada September 1965. Bersamaan dengan itu, Generasi Muda Islam Jakarta Raya menunjukan solidaritas mereka dengan melakukan pembelaanterhadap HMI.
Menanggapi hal tersebut, pada 17 September 1965 KomandoTertinggi Retuling Aparatur Revolusi (Kotrar) menyatakan jikaHMI dapat terus menjalankan organisasinya.
Meski begitu, PKI pun tak menyerah begitu saja. Pada 30 September 1965, mereka melancarkan aksinya denganmengambil kekuasaa dari pemerintah yang sah.
Pemberontakan ini disebut dengan peristiwa G30S/PKI. Karena kesiagaan ABRI dan rakyat anti-PKI, pemberontakan tersebut dapat diselesaikan.
Pada 25 Oktober 1965, didirikan sebuah organisasi KesatuanAksi Mahasiswa Islam (KAMI) yang diprakasai oleh Marie Muhammad, Wakil Ketua PB HMI.
Organisasi ini kemudian disahkan oleh Prof. Dr. Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Indonesia, dengan tugas mengamankan Pancasila dan memperkuat bantuankepada ABRI dalam penumpasan PKI.
Bangunnya masa Orde Barul melahirkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pada 1 April 1969.
Beberapa partisipasi anggota HMI pada masa pembangunan ini adalah membentuk kemungkinan-kemungkinan dilaksanakannya pembangunan. Memberikan konsep-konsepdalam berbagai aspek pemikiran, dan terjun langsung dalampelaksanaan pembangunan.
Anggota HMI pada tahun-tahun ini lah yang berpartisipasi pada program pemerintah untuk pertama kalinya. Menurut tokohagam M. Dawam Rahardja, mereka masuk ke birokrasikepemerintahan dan secara tegas mendukung modernisasi.
Oleh karena itu, munculah pergolakan-pergolakan di internal HMI. Maka, HMI terpecah menjadi dua, mereka adalah HMI Dipo dan HMI MPO.
Runtuhnya Orde Baru membawa angin segar pada organisasiyang satu ini. Mereka mulai menjalan kembali kebijakan-kebijakan yang berlandaskan Islam.
Meski begitu, antara HMI Dipo dan HMI MPO tidak bisakembali menyatu. Hal ini dikarenakan masing-masing darimereka memiliki perbedaan pandangan dan karakter.
Reporter: Diani Ratna Utami