MATA INDONESIA, JAKARTA-Setiap tanggal 2 Oktober, Indonesia memperingati hari batik nasional dan itu jatuh pada hari ini. Peringatan itu terjadi ketika batik memperoleh pengakuan dunia pada tahun 2009 dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) yang dipelopori oleh Presiden ke-6 Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono.
Batik merupakan hasil kerajinan dengan nilai seni yang tinggi. Ia telah menjadi bagian dari budaya Indonesia terutama di Jawa sejak lama.
Secara etimologis, kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu “amba” yang berarti “menulis” dan “tik” yang berarti “titik”. Kata ini kemudian berkembang menjadi istilah “batik”.
Istilah tersebut menggambarkan cara membuat titik dengan lilin yang menetes pada kain. Batik juga dikaitkan dengan teknik atau proses dari awal pembuatan motif hingga warna yang akan dicelupkan.
Salah satu ciri khas batik adalah cara menggambar motif pada kain yang menggunakan alat khusus yang disebut canting.
Melansir Wikipedia, sejarah batik Indonesia erat kaitannya dengan perkembangan Kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Perkembangan batik banyak dilakukan di zaman Kesultanan Mataram, lalu berlanjut pada zaman Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Teknik batik sendiri telah diketahui lebih dari 1000 tahun lalu. Teknik batik kemudian meluas ke pelbagai negara di Afrika Barat seperti Nigeria, Kamerun, dan Mali serta di Asia seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, Iran, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Hingga awal abad ke-20 batik yang dihasilkan merupakan batik tulis sementara cap baru dikenalkan setelah Perang Dunia I berakhir. Batik merupakan kain atau pakaian yang menjadi kebudayaan keluarga kerajaan di Indonesia zaman dahulu.
Lama kelamaan batik Indonesia ditiru oleh rakyat jelata dan meluas hingga membatik menjadi pekerjaan kaum wanita rumah tangga untuk mengisi waktu luang mereka.
Namun, siapakah pembuat batik pertama kali? Mungkin nama Iwan Tirta yang mempunyai nama asli Nusjirwan Tirtaamidjaja cocok disebut yang pertama. Pria kelahirani Blora, Jawa Tengah, 18 April 1935 meninggal di Jakarta, 31 Juli 2010 pada umur 75 tahun adalah seorang perancang busana asal Indonesia yang sangat dikenal melalui rancangan-rancangan busanannya yang menggunakan unsur-unsur batik.
Dalam hal pelestarian budaya tradisional Indonesia, namanya tidak diragukan lagi. Dia berhasil menjual batik khas Indonesia hingga ke mancanegara. Meskipun pendidikan formalnya adalah School of Oriental and African Studies di London University dan master of laws dari Yale University, Amerika Serikat, ia justru menemukan dunianya sebagai desainer yang cinta batik.
Iwan Tirta mulai bersentuhan dengan batik pada tahun 1960-an. Saat itu Dia sedang bersekolah di USA. Selama di sana, Dia sering mendapat pertanyaan tentang bagaimana budaya Indonesia. Hal itu membuat dirinya ingin mengenal lebih jauh budaya negerinya sendiri. Belajarpun dilakoninya dengan serius, membedah sekaligus mendalami budaya tanah air.
Ketertarikan secara khusus kepada batik lahir ketika atas dana hibah dari Dana John D Rockefeller III, Iwan mendapat kesempatan mempelajari tarian keraton Kesunanan Surakarta.
Di sanalah Iwan memutuskan mendalami batik dan bertekad mendokumentasi serta melestarikan batik. Hasil penelitiannya ia simpulkan dalam bukunya yang pertama, Batik, Patterns and Motifs pada tahun 1966.
Kepekaan seni dan pergaulannya yang luas dengan berbagai kalangan dari Timur dan Barat membuatnya mampu membawa batik menjadi busana yang diterima bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Tiga puluh tahun kemudian, pemahaman dan pengalamannya tentang batik ia tuangkan dalam bukunya Batik, A Play of Light and Shades (1996).
Terimakasih kak artikelnya sukses terus yh kenalkan nama saya Fifi juliyanti
https://www.atmaluhur.ac.id
artikel bagus sangat bermanfaat. saya juga ingin berbagi informasi yang lain, silahkan dikunjungin : https://www.unair.ac.id/site/article/read/3659/umkm-sebagai-daya-ungkit-utama-ekonomi-di-era-pandemi.html