Sebelum Soekarno, Nani Wartabone Sudah Memproklamasikan Kemerdekaan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Mungkin tidak banyak yang tahu, sebelum Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 1945, telah ada sesosok pahlawan yang lebih dahulu melakukannya. Dialah Nani Wartabone, seorang tokoh perjuangan yang berhasil memorak-porandakan pasukan Belanda di Gorontalo pada 23 Januari 1942.

Nani Wartanobe adalah putra Zakaria Watabone, seorang aparat yang bekerja untuk Pemerintah Hindia Belanda. Ibunya ialah keturunan ningrat di daerah asalnya. Nani, yang terlahir di tengah keluarga berada, merupakan seorang pejuang yang aktif membela Tanah Air dari Gorontalo.

Meskipun ayahnya bekerja untuk Belanda, Nani memiliki pandangan yang berbeda pada penjajah. Dia tidak betah bersekolah karena menurutnya guru-gurunya yang berkebangsaan Belanda terlalu mengagung-agungkan bangsa Barat dan merendahkan Indonesia. Dia bahkan pernah membebaskan tahanan orang tuanya karena tak sampai hati melihat rakyat dihukum.

Pria yang lahir pada 30 Januari 1907 ini mulai berjuang melawan kolonialisme pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan mendirikan dan menjadi sekretaris Jong Gorontalo di Surabaya pada 1923. Sejak aktif berorganisasi, Nani berjuang melawan tentara Belanda dan bergerak sekuat tenaga untuk mengusir kaum penjajah.

Tiga tahun sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Nani bersama rakyat Gorontalo terlebih dahulu memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo pada 23 Januari 1942.

Saat Belanda kalah dari tentara Jepang pada Perang Asia-Pasifik, Nani dan rakyat Gorontalo menangkap Komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa Kepala Jawatan lainnya yang masih berada di Gorontalo dan mengusir mereka semua.

Setelah penangkapan, Nani memimpin upacara pengibaran bendera Merah Putih yang diiringi lagu ‘Indonesia Raya’ di halaman Kantor Pos Gorontalo. Di hadapan rakyat, Nani membacakan pidatonya tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia yang berisi:

“Pada hari ini, 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka, bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga. Bendera kita adalah Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya, dan saat ini pemerintahan Belanda telah diambil alih oleh pemerintahan nasional Indonesia.”

Sore harinya, Nani memimpin rapat pembentukan Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) dan dia dipilih sebagai ketuanya. Empat hari kemudian, Nani memobilisasi rakyat dalam sebuah rapat raksasa di Tanah Lapang Besar Gorontalo, dengan tujuan untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan itu dengan risiko apapun.

Sebulan setelah proklamasi kemerdekaan Gorontalo, tentara Jepang datang dan mencoba mengambil alih kekuasaan Gorontalo dengan melarang pengibaran Sang Saka Merah Putih. Tentara Jepang juga memaksa rakyat Gorontalo untuk bersedia tunduk pada mereka.

Nani kemudian mulai memimpin pergerakan untuk melawan kependudukan Jepang, namun tidak kuasa melawan kekuatan Negeri Matahari Terbit itu. Dia akhirnya memutuskan meninggalkan Gorontalo dan kembali ke kampung kelahirannya di Suwawa, tanpa ada penyerahan kedaulatan.

Di Suwawa, Nani mulai hidup sederhana dengan menjadi petani. Rakyat yang berpihak kepada Nani akhirnya melakukan mogok massal sehingga Gorontalo bagaikan kota mati. Melihat situasi ini, Jepang melalui kaki tangannya menyebarkan fitnah, bahwa Nani berupaya menghasut rakyat berontak kepada Jepang.

Akibat fitnah itu, pada 30 desember 1943, Nani ditangkap dan diasingkan ke Manado. Dia baru dilepaskan oleh Jepang pada 6 Juni 1945, saat tanda-tanda kekalahan Jepang dari Sekutu mulai terlihat.

Setelah menyerah kepada Sekutu, Jepang menyerahkan pemerintahan Gorontalo kepada Nani pada tanggal 16 Agustus 1945. Sejak hari itu, bendera Merah Putih kembali berkibar di bumi Gorontalo setelah diturunkan Jepang sejak 6 Juni 1942.

Pada peringatan Hari Pahlawan 2003, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nani melalui ahli warisnya yang diwakili oleh salah seorang anak laki-lakinya, Hi Fauzi Wartabone, di Istana Negara, pada tanggal 7 November 2003.

Sebagai bentuk mengenang perjuangan Nani di Gorontalo, dibangun Tugu Nani Wartabone untuk mengingatkan masyarakat Gorontalo mengenai peristiwa bersejarah pada 23 Januari 1942. Namanya juga diabadikan untuk taman nasional darat terbesar di Sulawesi, yakni Taman Nasional Bogani Nani Watabone.

Reporter: Safira Ginanisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini