MATA INDONESIA, JAKARTA – Tak ada Aristotels bisa jadi Alexander hanyalah seorang pemimpin Makedonia saja. Pemikiran filsuf Yunani ini yang membuat Alexander bermimpi menguasai dunia.
Aristoteles adalah murid dari Plato. Ia banyak menulis berbagai macam disiplin ilmu, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Bersama dengan Socrates dan Plato, ia dianggap menjadi seorang di antara tiga orang filsuf yang paling berpengaruh di pemikiran Barat.
Aristoteles tertarik kepada ilmu pengetahuan. Dia ingin menggunakan metode logika Plato untuk mengetahui bagaimana dunia berjalan. Oleh karena itu, Aristoteles dianggap sebagai bapak metode ilmiah. Ia secara khusus tertarik pada ilmu pengetahuan biologi, khususnya klasifikasi tumbuhan dan hewan.
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ia bukan berasal dari keluarga yang kaya, ayahnya hanyalah seorang tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia.
Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Aristoteles belajar di Akademi Plato, akademi yang didirikan oleh Plato pada tahun 387 SM di Athena. Plato saat itu sudah sangat tua. ketika Plato meninggal, Aristoteles meninggalkan akademi tersebut. Ia merasa kesal akibat tak terpilih menjadi salah satu pemimpin di akademi. Padahal, ia telah mengabdi selama 20 tahun menjadi guru di sana.
Aristoteles kemudian meninggalkan Athena dan pergi ke Makedonia dan menjadi guru bagi pangeran muda Alexander, yang kelak akan menjadi Raja Alexander Agung.
Awalnya Alexander tidak terlalu tertarik pada pembelajaran Aristoteles. Namun berkat ajaran Aristoteles, Alexander berminat pada karya-karya Homer terutama Iliad (kisah mengenai perang Troya). Aristoteles memberi satu salinan Iliad pada Alexander. Kelak setelah Alexander menjadi raja, ia selalu membawan Iliad dalam kampanye militernya.
Alexander juga belajar mengenai pengobatan, moral, filsafat, agama, logika, dan seni. Masa pembelajaran Alexander selesai ketika Alexander menginjak usia 16 tahun. Setelah itu, Alexander meneruskan harapan sang ayah hingga menjadi penakluk dunia.
Ketika Alexander meninggal pada tahun 323 SM, terjadi pemberontakan terhadap Kekaisaran Makedonia di Athena. Orang Athena menuduhnya memihak Makedonia, karena ia adalah sahabat Alexander dan seperti halnya Plato, ia bukan seorang demokrat. Dia dengan cepat meninggalkan Athena dan menghabiskan sisa hidupnya di Chalcidice, dan meninggal pada 322 SM.
Reporter : Rama Kresna Pryawan