MATA INDONESIA, JAKARTA-Selasa 7 Juli 2020, tepat setahun lalu almarhum Sutopo Purwo Nugroho yang dikenal publik sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meninggal dunia karena sakit kanker yang dideritanya.
Namun, nama dan sepak terjangnya sebagai bapak bencana selalu dikenang oleh masyarakat terutama oleh para wartawan di Indonesia. Kisahnya seakan tak pernah usai, dan selalu menarik untuk dibahas.
Terutama mengenai pekerjaannya saat itu yang menjadi Humas BNPB. Terungkap bahwa ternyata Sutopo tiga kali menolak untuk mengisi jabatan tersebut saat ditawari Kepala BNPB terdahulu, yakni Syamsul Maarif.
Kisah itu terungkap dalam buku Sutopo Purwo Nugroho: Eksklusif, Terjebak Nostalgia (2019) karangan Fenty Effendy.
“Pak Topo ini kan tiga kali menolak jadi humas BNPB. Dan yang dia tolak ialah seorang Kepala BNPB yang jenderal, Pak Syamsul,” ujar Fenty saat peluncuran buku tahun lalu.
Fenty mengungkapkan, Sutopo enggan menjadi humas sebab khawatir hanya akan menjadi alat untuk menyampaikan hal-hal yang menyanjung atasan. Namun, pada akhirnya Sutopo menerima tugas sebagai humas di BNPB.
Mengutip wawancara Koran Tempo, perjalan Sutopo hingga menjadi Humas BNPB berawal dari tawaran Kepala BNPB saat itu, Syamsul Maarif. Tepatnya saat Sutopo mendampingi Syamsul bertolak ke Mentawai, Sumatera Barat, yang baru diterjang tsunami pada Oktober 2010.
Saat itu, Sutopo merupakan Direktur Pengurangan Risiko Bencana di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). “Saya ditawari dan saya tidak mau,” ujar Sutopo dalam wawancara saat itu.
Sutopo menjadi staf di BPPT sejak 1994. Selama tujuh tahun, alumnus Universitas Gadjah Mada itu diamanatkan di bagian hujan buatan. Pada 2001, Sutopo digeser ke sumber daya alam dan bencana hingga 2010. Lalu Sutopo diangkat menjadi Direktur Pengurangan Risiko Bencana sebelum dia ditawari di Humas BNPB.
Sutopo saat itu emoh jika harus menjadi humas. Menurut dia, jabatan humas tidak keren lantaran rutinitas pekerjaan yang hanya meliput dan mempublikasikan aktivitas bosnya. “Saya doktor, saya tidak mau,” katanya.
Penawaran jadi Humas BNPB serta Kepala Pusat Data dan Informasi datang ketiga kalinya kepada Sutopo. Pada November 2011, Sutopo memutuskan menerimanya. Dia pun dilantik dengan rangkap dua jabatan tersebut.
Sutopo tak menyangka perjalanannya di Humas BNPB akan panjang hingga masuk tahun kedelapan. Dia pun mengaku tidak mempunyai latar belakang komunikasi dan ilmu kehumasan. “Sambil jalan saja,” katanya.
Menurut Sutopo, seorang humas harus mempunyai prinsip. Baginya, humas harus cepat untuk menyebarkan informasi, khususnya saat ada krisis atau bencana dengan mengandalkan data dan fakta.
Dalam kondisi ada bencana, Sutopo mempercepat rilis yang harus disebar kepada wartawan. “Bayangan saya, satu wartawan bisa menjangkau ribuan, bahkan jutaan pembaca. Saya tak mungkin jangkau semua itu,” katanya.
Sutopo pun mengaku sudah akrab dengan media sejak dia masih di BPPT. Menurut dia, sebagai humas, dia harus menjaga hubungan dengan para jurnalis dan mendata nomor-nomor wartawan untuk menyebarkan informasi kebencanaan.
Menjalani delapan tahun di Humas BNPB, Sutopo pantang merasa jenuh. Menurut dia, tiap seorang harus mampu membesarkan jabatannya, bukan dibesarkan jabatan.