Mengenal Kumpulan Puisi Terunik Karya KH Mustofa Bisri

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – KH Mustofa Bisri atau akrab dikenal Gus Mus merupakan Kyai, penyair, pelukis, novelis, budayawan dan cendikiawan muslim. Ia lahir di Rembang, 10 Agustus 1944 dari keluarga santri.

Kyai sekaligus penyair ini telah melahirkan ratusan sajak yang dibuat dalam sebuah buku kumpulan puisi.

Biar kamu lebih mengenal karya-karya sang maestro, yuk simak kumpulan puisi dari Gus Mus.

Pilihan (1989)

Antara kaya dan miskin

Kau tentu memilih miskin

Lihatlah kau seumur hidup

Tak pernah merasa kaya

Antara hidup dan mati

Kau tentu memilih mati

Lihatlah kau seumur hidup

Mati-matian mempertahankan kematian

Antara perang dan damai

Tentu kau memilih damai

Lihatlah kau habiskan umurmu

Berperang demi perdamaian

Antara beradab dan biadab

Tentu kau memilih beradab

Lihatlah kau habiskan umurmu

Menyembunyikan kebiadaban dalam peradaban

Antara nafsu dan nurani

Tentu kau memilih nurani

Lihatlah kau sampai menyimpannya

Rapi, jauh dari kegalauan dunia ini

Antara dunia dan akhirat

Tentu kau memilihi akhirat

Lihatlah kau sampai menamakan

Amal-dunia sebagai amal akhirat

Antara ini dan itu

Benarkah kau memilih itu?

 

Orang Penting (1987)

Orang penting lain

Lain dengan orang lain

Dia beda karena pentingnya

Bicaranya penting

Diamnya penting

Kebijaksanaannya penting

Ngawurnya pun penting

Semua yang ada padanya penting

Sampain pun yang paling tidak penting

Jika tak kagi penting

Dia sama dengan yang lain saja

 

Keluhan (1990)

Tuhan, kami sangat sibuk

 

Istriku (1987)

Kalau istriku tidak kawin denganku

Dia bukan istriku tentu

Aku kebetulan mencintainya

Diapun mencintaiku

Seandainya pun

Aku tak mencintainya

Dan dia tidak mencintaiku pula

Dia tetap istriku

Karena ia

Kawin denganku

 

Maju Tak Gentar (1993)

Maju tak gentar

Membela yang mungkar

Maju tak gentar

Hak orang diserang

Maju tak gentar

Pasti kita menang!

 

Sajak Cinta (1995)

Cintaku kepadamu

Belum pernah ada contohnya

Cinta Romeo kepada Juliet,

Si Majnun Qais kepada Laila

Belum apa-apa

Temu pisah kita lebih bermakna

Dibanding temu pisah Yusuf dan Zulaikha

Rindu dendam kita

Melebihi rindu dendam Adam dan Hawa

Aku adalah ombak samuderamu

Yang lari-datang bagimu

Hujan yang berkilat

Dan berguruh mendungmu

Aku adalah wangi bungamu

Luka berdarah-darah durimu

Semilir sampai badai anginmu

Aku adalah kicau burungmu

Kabut puncak gunungmu

Tuah tenungmu

Aku adalah titik hurufmu

Huruf-huruf katamu

Kata-kata maknamu

Aku adalah sinar silau panas

Dan bayang-bayang hangat mentarimu

Bumi pasrah langitmu

Aku adalah jasad ruhmu

Fayakun kunmu

Aku adalah a-k-u

K-a-u mu

 

Andaikata (1994)

Andaikata ku punya

Tak hanya lengan lunglai

Tempat kita meletakan kalah

Andaikata ku punya

Tak hanya pangkuan landai

Tempat kita merebahkan resah

Andaikata ku punya

Tak hanya dada luka

Tempat kita menyandarkan duka

Andai kata ku punya

Tak hanya tangan kelu

Tempat kita menggenggam pilu

Andaikata ku punya

Tak hanya kata-kata dusta

Penyeka air mata

Andaikata ku punya

Tak hanya telinga renta

Penampung derita

Andai kata ku punya

Tak hanya

Andaikata

 

Pahlawan (1994)

Lahir. Hilang. Gugur. Hidup. Mengalir. Sudah

 

TIKUS

Memanen tanpa menanam

Merompak tanpa jejak

Kabur tanpa buntut

Bau tanpa kentut

 

Stasiun

Kereta rinduku datang menderu

Gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu

Membuatku semakin merasa terburu-buru

Tak lama lagi bertemu, tak lama lagi bertemu

Sudah kubersih-bersihkan diriku

Sudah kupatut-patutkan penampilanku

Tetap saja dada digalau rindu

Sabarlah rindu, tak lama lagi bertemu

Tapi sekejap terlena

Stasiun persinggahan pun berlalu

Meninggalkanku sendiri lagi

Termangu

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini