Lika-liku John Boyd Dunlop Menemukan Ban Karet Pneumatik Pertama di Dunia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – John Boyd Dunlop adalah salah satu penemu ban karet pneumatik pertama di dunia yang berasal dari Skotlandia. Pria kelahiran 5 Februari 1840 ini mulanya menciptakan ban karet bertekanan angin untuk mempermudah putranya dalam belajar mengendarai sepeda roda tiga. Pada saat itu, sebagian roba masih menggunakan ban karet padat, sehingga sulit untuk dikemudikan dan rentan terhadap guncangan.

Mengutip dari Undiscovered Scotland, pria yang berprofesi sebagai dokter hewan ini juga sempat merasakan ketidaknyamanan saat harus melakukan perjalanan bolak-balik dalam dinasnya dengan menggunakan kendaraan roda kayu atau besi yang melalui jalanan berbatu nan kasar.

Kedua alasan tersebut membuat Dunlop memiliki gagasan untuk membuat sebuah ban karet yang bisa mengembang dengan udara, sehingga bisa menyerap guncangan yang apabila digunakan untuk perjalanan jarak jauh dapat lebih efektif daripada ban padat.

Mengutip dari Bicycle History, Dunlop awalnya memasangkan lembaran karet tipis sebagai komponen utama pada cakram kayu berdiameter 97 cm. Lapisan karet tersebut kemudian diisi angin dan menggembung di tepi luarnya.

Hasil karyanya ini pun kemudian menunjukkan peningkatan yang luar biasa dalam kemampuan mengemudi di semua jenis medan. Penggunaan ban ini pun kemudian dapat membuat berkendara jauh lebih mudah dan cepat karena adanya penurunan resistensi antara roda dan tanah.

Namun sangat disayangkan, hasil temuan Dunlop ini tidak bisa mendapatkan paten pada tahun 1888 karena penemu ban karet pneumatik pertama, Robert William Thomson, telah mematenkan karyanya yang serupa pada tahun 1847.

Meski demikian, Thomson tidak pernah berhasil membuat model ban pneumatik yang layak secara komersial karena harganya yang terlalu mahal, sehingga ban hasil ciptaan Dunloplah yang lebih diakui oleh dunia.

Karena hasil temuannya dianggap memberikan manfaat bagi dunia otomotif, maka pada tahun 1889, Dunlop pun mendirikan sebuah pabrik untuk memproduksi ban pneumatik buatannya. Pabrik pertamanya tersebut kemudian diberi nama Dunlop Tyres dan beroperasi di Dublin, Irlandia.

Pada tahun 1891, Produksi ban Dunlop pun mulai merambah ke pabrik yang lebih luas, yang dikenal dengan sebutan Fort Dunlop, di Erdington dekat Birmingham. Namun tepat diusianya yang ke-56 pada tahun 1896, Dunlop pun mengalihkan kendali atas paten dan perusahaan ke William Harvey Du Cros.

Atas imbalannya, pria yang disebut sebagai Bapak Ban ini pun memperoleh 1.500 saham di perusahaan baru yang masih memakai namanya, dan dia pensiun ke Dublin.

Dalam satu dekade Dunlop Tyres telah berkembang secara dramatis menjadi perusahaan multi-nasional karena permintaan ban meledak dengan munculnya mesin pembakaran internal.

Pada tahun 1939, Dunlop Tyres bercabang menjadi produksi peralatan olahraga. Dan pada tahun 1970-an, ia memelopori pengembangan ban ‘Failsafe’ yang dapat tahan terhadap ledakan tanpa menyebabkan kecelakaan.

Saat ini banyak kegiatan inti perusahaan telah dijual kepada orang lain. Meski demikian, pabrik tua Fort Dunlop tetap beroperasi setiap tahunnya untuk memproduksi sekitar 300.000 ban vintage, sepeda motor dan mobil touring khusus.

John Boyd Dunlop meninggal pada 23 Oktober 1921 di Dublin pada usia 81 tahun. Anak dari seorang petani di Dreghorn, Ayrshire, ini pun sekarang dikenang sebagai penemu penting yang membuat proses berkendara dapat dengan mudah dilakukan di semua jenis permukaan jalan. Wajahnya bahkan hadir dalam uang kertas 10 Pound yang digunakan di Irlandia Utara. (Marizke/R)

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini