MINEWS.ID, JAKARTA – Berawal dari enam wanita di Bukittinggi yang jadi polisi, sejarah Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia dimulai.
Saat itu pemerintah Indonesia tengah berjuang menghadapi agresi militer II Belanda. Akibat serangan besar-besaran Belanda, ada arus pengungsian di mana-mana. Pria, wanita, dan anak-anak meninggalkan rumah mereka untuk menjauhi titik-titik peperangan.
Masalahnya ketika memasuki wilayah yang dikuasai Republik, tentu harus ada penggeledahan untuk memastikan tidak ada penyusup. Masalahnya, banyak pengungsi perempuan menolak diperiksa polisi pria.
Pemerintah lalu menunjuk Sekolah Polisi Negara di Bukittinggi untuk mulai merekrut polisi wanita. Setelah seleksi ketat, terpilihlah enam gadis asli dari Ranah Minang. Mereka ialah Mariana Saanin Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukotjo, Djasmainar Husein, dan Rosnalia Taher. Keenam perempuan itu tercatat sebagai angkatan pertama polwan.
Dikutip dari jurnal Dharmasena terbitan Pusat Penerangan Pertahanan dan Keamanan (1995), keenam calon petugas wanita itu menjalani pelatihan sebagai inspektur polisi bersama dengan 44 peserta pria. Mereka mulai mengikuti pendidikan di SPN Bukittinggi pada 1 September 1948, yang kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran polwan di Indonesia. Enam polisi wanita perintis ini juga menjadi anggota Angkatan Bersenjata RI perempuan pertama. Rata-rata, mereka nantinya pensiun dengan pangkat kolonel polisi atau komisaris besar polisi.
Namun proses pendidikan mereka sebagai polwan sempat terputus karena agresi Belanda. Mereka terpaksa harus ikut bergerilya ke pedalaman. Pada Januari 1950, terbit perintah dari Jawatan Kepolisian Sumatera, dan akhirnya mereka kembali melanjutkan pendidikan hingga dilantik pada 1951.
Hasil Kongres III tahun 1957, Kepala Kepolisian Negara mengirim tiga polwan itu ke Amerika Serikat untuk menjalani pendidikan kepolisian wanita. Pada Juni 1957, Kowani membentuk kembali pendidikan Polwan. Lantas pada 1964, pendidikan polwan berada di bawah Kepolisian Wanita di Mabes Polisi, dan tiga tahun kemudian berubah menjadi Pusat Polisi Wanita.
Setelah Indonesia merdeka, Organisasi Wanita dan Wanita Islam mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk membolehkan wanita ikut dalam pendidikan kepolisian. Seluruh polwan tersebut kini sudah pensiun dengan rata-rata pangkat terakhir mereka Kolonel Polisi (Kombes).
Untuk memperingati pembentukan polwan pertama Indonesia, maka didirikan sebuah monumen diberi nama Monumen Polwan.
Monumen itu telah berdiri sejak 1992 atau 1993 di Bukittinggi. Pada 1 September 2015, Kepala Kepolisian Indonesia saat itu, Jenderal Badrodin Haiti, meresmikan Monumen Polwan yang berada dataran tinggi Sumatera Barat.
Hingga akhir 2012, jumlah anggota polwan hanya 13.200 orang dari total 398.000 polisi atau cuma 3,6 persen. Terkini, tahun 2018, populasi polwan naik signifikan. Seperti yang dikatakan Kapolri Tito Karnavian, jumlah polwan sekitar 30 ribu personil, atau hampir 10 persen dari total jumlah anggota Polri yang berjumlah kurang lebih 400 ribu orang.