MATA INDONESIA, JAKARTA – Albert Einstein bukan hanya dikenal sebagai Bapak Fisika Modern berkat Teori Relativitasnya. Lelaki kelahiran Jerman 14 Maret 1879 yang menerima Nobel Fisika 9 November 1921 itu, juga dikenal sebagai penentang Hitler dan Nazi yang keras hingga ditawari sebagai Presiden Israel.
Einstein adalah seseorang yang cinta damai. Sebelum Hitler berkuasa, fisikawan itu mengecam wajib militer di Eropa serta memperingatkan terhadap anti-semitisme dan cita – cita Partai Nazi.
Einstein seringkali berbicara tentang rasisme yang dia amati dalam perjalanan menuju Amerika Serikat (AS) dan memprotes ketidakadilan seperti persidangan Scottsboro Boys, di mana sembilan remaja kulit hitam dituduh memperkosa seorang wanita kulit putih dan delapan dari mereka dijatuhi hukuman mati.
Dia dan istri keduanya Elsa pindah ke Amerika Serikat pada 1933 menghindari Adolf Hitler yang mulai kuat di Jerman pada Januari tahun tersebut. Apalagi Keluarga Einstein merupakan penganut Yahudi Ashkenazi. Semua Yahudi diperangi dengan kejam oleh Nazi dan Hitler.
Si jenius ini dahulunya juga bersekolah di SD Katolik sebenarnya sangat menginginkan kedaiaman di Jerman, namun di memilih mengamankan diri ke Amerika Serikat.
Di Negeri Paman Sam itu dia menerima pekerjaan di California. Setahun kemudian dia mendapat kewarganegaraan Amerika Serikat.
Pandangannya terhadap Jerman semakin jelas bahwa masalah terpenting bagi Eropa adalah bagaimana mengalahkan Hitler.
Kritik keras yang sering ditujukan langsung kepada Nazi dan Hitler membuat marah Pemerintah Jerman saat itu.
Meski Pemerintah Jerman marah besar atas kritiknya dari negeri asing dengan menyebut Einstein Yahudi dalam konotasi negatif, namun tidak membuatnya berhenti menentang Hitler dan kekejamannya.
Kerasnya sikap Einstein terhadap Jerman dan Nazi membuat Presiden Israel Chaim Weizmann kala itu menawari jadi penggantinya atau menjadi presiden kedua negeri penuh kemelut tersebut.
Presiden pertama Israel itu bahkan menyanjung Einstein demi menerima tawarannya dengan menyatakan, “Albert Einstein adalah orang Yahudi ‘terbesar’ yang masih hidup.”
Tawaran itu ditolaknya dengan hormat dan beralasan dia sudah tidak muda lagi karena saat ditawari jabatan terhormat tersebut Einstein sudah berusia 73 tahun. Dia juga mengaku tidak memiliki ketrampilan sebagai seorang presiden. Dia juga menegaskan bukan warga Israel.
“Saya sangat tersentuh oleh tawaran dari Negara Israel kami, dan sekaligus sedih dan malu bahwa saya tidak bisa menerimanya” balasan Einstein saat itu.
Einstein menghembuskan nafas terakhirnya pada 18 April 1955 atau tiga tahun setelah tawaran presiden tersebut ditolaknya. Dia wafat saat bekerja di University Medical Center di Princeton.
Sehari sebelum kematiannya, dia menulis sebuah pidato untuk menghormati peringatan ketujuh Negara Israel. Saat itu dia mengalami gangguan kesehatan bernama aneurisma aorta perut.
Aneurisma aorta adalah penyakit yang ditandai dengan penggelembungan pada pembuluh darah aorta di bagian perut, dada, atau keduanya. Biasanya menyerang lelaki tua yang perokok.
Saat hendak dioperasi, Einstein menolak karena Ia percaya telah menjalani hidupnya dan puas untuk menerima nasibnya.
“Aku ingin pergi ketika aku mau, tidak ada artinya untuk memperpanjang hidup secara artifisial. Aku telah melakukan bagianku, sekarang saatnya untuk pergi. Aku akan melakukannya dengan elegan” kata Einstein.
Saat jenazah Einsteinn diautopsi, ahli patologi Thomas Stiltz Harvey mencuri otak si jenius ini dan dilakukan tanpa persetujuan keluarga dengan alasan untuk pelestarian dan studi di masa depan oleh para dokter ilmu saraf.
Namun, selama hidupnya Einstein sempat berpatisipasi dalam studi otak dan setidaknya satu biografinya mengklaim berharap para peneliti akan mempelajari otaknya setelah dia meninggal. Otak Einstein juga sempat di museumkan sebelum dibedah oleh peneliti.
Sesuai keinginan terakhirnya, seluruh tubuhnya dikremasi dan abunya disebar di lokasi rahasia. (Reygita Laura)