Mata Indonesia, Yogyakarta – Jumlah penduduk usia produktif di Indonesia akan lebih banyak daripada usia non-produktif pada 2024. Namun, bonus demografi ini terancam sia-sia jika penanganan stunting tidak dilakukan.
Koordinator Program Manager Satgas Percepatan Penurunan Stunting DIY, Asteria Heny Widayati menjelaskan, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hal itu diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Ditandai dengan panjang atau tinggi badan berada di bawah standar yang ditetapkan pemerintah bidang kesehatan.
Ada tiga penyebab utama stunting. Pertama, pengasuhan yang kurang baik. Kedua, Kurangnya akses rumah tangga/keluarga terhadap makanan bergizi. Ketiga, kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi.
“Padahal stunting, mengancam bonus demografi Indonesia tahun 2045,” tegas dia, Senin 27 Februari 2023.
Heny menjelaskan, puncak bonus demografi Indonesia terjadi 2045. Hal ini dapat terbuang sia-sia. Sebab, hingga 2017 kasus stunting atau kerdil yang menurunkan kualitas hidup anak, masih terbilang tinggi.
“Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap buruk jika prevalensi stunting lebih dari 20 persen. Artinya, secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis. Sebab pada tahun 2017, angka stunting masih 29,6 persen,” ujarnya.
Heny juga mengungkap tren prevalensi stunting di DIY tahun 2022, antara lain, Kota Jogja jadi yang paling rendah, yaitu 13,8 persen. Disusul Bantul dengan 14,9 persen.
Kemudian Sleman dengan angka 15 persen. Lalu Kulonprogo dengan 15,8 persen. Paling tinggi adalah Gunungkidul, dengan angka 23,5 persen.
“Rata-rata prevalensi status gizi DIY untuk stunting adalah 16,4 persen,” ujarnya.
Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Kota Jogja Tri Retnani menyebut, pihaknya tengah menggalakkan Gerakan BIMO KUNTING. Akronim dari Bersatu Terintegrasi Mewujudkan Jogja dengan Keluarga yang Unggul dan Nol Stunting. Upaya yang dilakukan pun melalui intervensi sensitif dan spesifik.
“Total anggaran yang digelontorkan dalam intervensi di Kota Jogja mencapai Rp 6.677.759.230,” pungkasnya.