Para Tokoh Berbicara Stop Arogansi yang Bahayakan Negara

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj secara tersirat ikut menyindir aksi yang yang dilakukan Rizieq Shihab dan para pengikutnya beberapa hari terakhir ini. Mulai dari kegiatan penjemputan Rizieq yang jelas-jelas melanggar protokol kesehatan, kemudian menggelar road show di Bogor dan gelaran acara pernikahan putri Rizieq yang dihadiri banyak tetamu. Padahal Indonesia tengah berkutat dengan penanganan wabah corona dan Jakarta masih masuk dalam zona merah.

Secara tak langsung Said Aqil menilai tindakan Rizieq dan para pengikutnya telah mengusik persatuan Indonesia. Ia bahkan mengatakan dengan tegas bahwa mereka yang mencoba mengganggu keutuhan bangsa adalah musuh bersama.

“Sekali lagi, apa pun atau siapa pun yang ingin melakukan hal-hal yang negatif mengganggu persatuan NKRI, mari kita sikapi, kita lawan dan itu merupakan musuh bangsa, musuh bersama kita semuanya. Dari pihak mana pun atas nama apa pun, mari kita rawat kita cintai NKRI dengan semangat ukhuwah wathoniyah, solidaritas sebangsa dan setanah air,” kata Said Aqil dalam pernyataannya, Senin 16 November 2020.

Said Aqil juga meminta agar semua pihak tak mudah terprovokasi. Ia pun mengingatkan agar jangan sampai bangsa ini pecah belah oleh sekelompok orang. Perjuangan para pendiri bangsa harus dilanjutkan agar NKRI tetap kokoh.

“Saya atas nama ketua umum pengurus besar Nahdlatul Ulama juga ketua umum persahabatan ormas-ormas Islam dan ketua umum persahabatan ormas keagamaan nasional, mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia wabilkhusus umat Islam agar menjaga merawat mengawal keutuhan keselamatan NKRI yang kita cintai ini, menyongsong 100 tahun Negara Republik Indonesia ini,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Cendekiawan Muslim, Buya Ahmad Syafi’i Maarif. Ia mengatakan bahwa rakyat Indonesia harus bersatu melawan segala bentuk kekerasan, ketidakberesan, persekusi dan hal-hal lain yang mengusik persatuan NKRI.

“Orang yang siuman seperti kita ini jangan diam. Sebab kalau diam, yang akan marajalela mereka yang menganut teologi maut,” ujarnya dalam sebuah potongan video pendek dari opini.id yang dikutip Mata Indonesia News, Selasa 17 November 2020.

Buya Syafii juga menjelaskan bahwa teologi maut adalah sebuah teologi yang mengajarkan berani mati dengan tidak berani hidup. Hal tersebut adalah sebuah bentuk sikap paranoid.

Ia pun menekankan lagi bahwa yang terpenting saat ini adalah orang-orang normal tidak boleh acuh tak acuh dan membiarkan problematika di dunia ini terus berlangsung.

“Jangan diam. itu sangat berbahaya bagi Indonesia, untuk demokrasi kita dan generasi kita yang akan datang,” katanya.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini juga tak menampik bahwa tak ada sistem politik yang sempurna. Bahkan kata dia, sistem demokrasi bisa menciptakan orang seperti Hitler, Mussolini dan Franco. Pun Amerika Serikat sebagai kiblat demokrasi tetap melahirkan orang-orang fenomenal yang mewarnai ketidaksempurnaan itu seperti Donald Trump.

“Orang-orang Amerika yang saya temui mereka malu menjadi warga negara Amerika, tapi itulah yang terjadi,” ujarnya.

Buya Syafii pun mengutip ucapan Giddens bahwa ‘Dunia Sedang Lintang Pukang’. Artinya dunia sedang dalam kondisi tak pasti. Hal itu terlihat dari arus persebaran informasi di medsos tak terkendali.

“Ini tantangan terberat tapi itulah hidup. Hidup tanpa tantangan, itu bukan hidup. Kalau takut dengan tantangan gak usah datang ke bumi,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini