MINEWS, JAKARTA – Di usianya ke-74 tahun, TNI perlu mewaspadai ancaman perang di masa depan yang menggunakan teknologi kekinian. Kondisi perang tersebut bakal menghasilkan daya rusak yang lebih tinggi.
Hal itu diperingatkan pengamat pertahanan Andi Widjojanto. Ia beralasan, perang di masa depan yang memiliki karakteristik berbeda. Yakni ditandai dengan adanya desicive battle.
“Tentara-tentara modern masa depan tidak mau lagi perang 2-3 kali, maunya perang satu kali, selesai. Jadi one battle, determine the war,” kata Andi di Jakarta, Senin 7 Oktober 2019.
Selain itu, transisi hegemonik di dunia pun perlu menjadi perhatian TNI saat ini. Sebab akan ada pergeseran kekuatan yang selama ini didominasi oleh Amerika Serikat ke kekuatan baru Cina.
Diketahui bersama, ekonomi Cina saat ini menjadi terkuat di dunia setelah pada pekan lalu pendapatan domestik bruto (PDB) mereka menyalip Amerika Serikat. Mereka juga sedang memperkuat militer mereka untuk menyaingi AS.
Bahkan pada 2017 kemarin, Cina merupakan negara setelah AS yang punya empat angkatan militer. Selain angkatan darat, laut, dan udara, juga memiliki angkatan khusus misil.
“Kalau 1 misil Cina di Divisi Selatan di Pulau Hainan ditembakkan ke Jakarta, akan sampai ke Jakarta dalam waktu 32 menit. Kalau itu dilempar ke Jakarta 32 menit, teman-teman Angkatan Udara bisa menghitung intercept-nya pakai apa?,” ujar dia.
Meski begitu, Andi mengapresiasi langkah TNI memperkenalkan pesawat nirawak Drone CH4 pada HUT ke-74. Ia menilai langkah ini adalah salah satu upaya militer Indonesia mengadopsi teknologi terbaru.
Pada kesempatan itu, ia menambahkan bahwa di tengah kondisi politik global yang memanas, TNI perlu mempersiapkan pasukannya untuk bisa bertindak cepat.
Termasuk pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) di tiga wilayah, yakni Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Papua sebagai awal yang positif.
“Kogabwilhan itu akan dua fungsinya, pertama penindak awal ketika ada konflik, kedua sebagai penangkal atau deterrent di wilayah tersebut. Cocok kalau skenarionya rapid response,” ujar dia.