MATA INDONESIA, JAKARTA-Rencana Arab Saudi untuk membuat ibadah Haji dapat dilakukan di Metaverse. Langsung mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut MUI, menjalankan ibadah Haji melalui dunia virtual reality atau Metaverse tidak memenuhi syarat sahnya beribadah.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, mengatakan pelaksanaan ibadah Haji dengan mengunjungi Ka’bah secara virtual tidaklah cukup, dan tidak memenuhi syarat karena aktivitas ibadah Haji itu merupakan ibadah mahdlah, dan bersifat tauqify.
“Tata caranya pelaksanaannya sudah ditentukan. Ada beberapa ritual yang membutuhkan kehadiran fisik,” ujarnya.
Haji kata dia merupakan ibadah mahdlah yang bersifat dogmatik. Di mana tata cara pelaksanaannya atas dasar apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
“Aktivitas manasik Haji itu pelaksanaannya juga terkait dengan tempat tertentu, misalnya Thawaf. Tata caranya dengan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari sudut Hajar Aswad, secara fisik, dengan Ka’bah berada di posisi kiri,” katanya.
Dia menegaskan, manasik haji dan umrah tidak bisa dilaksanakan dalam hati, dalam angan-angan, atau secara virtual. Apalagi dilaksanakan dengan cara mengelilingi gambar Ka’bah, atau replika Ka’bah.
Namun begitu, Asrorun Niam memandang bahwa platform untuk kunjungan Ka’bah secara virtual melalui Metaverse bisa bermanfaat untuk mengenali lokasi yang akan dijadikan tempat pelaksanaan ibadah. Ini sangat bermanfaat bagi persiapan pelaksanaan ibadah para calon jemaah Haji.
“Kunjungan virtual bisa dilakukan untuk mengenalkan sekaligus juga untuk persiapan pelaksanaan ibadah, atau biasa disebut sebagai latihan Manasik Haji/Umrah, sebagaimana latihan Manasik di Asrama Haji Pondok Gede (Bekasi) atau tempat lainnya,” ujarnya.
Kunjungan ke Ka’bah secara virtual bisa dioptimalkan, lanjut dia untuk mengeksplorasi dan mengenali lebih dekat, dengan lima dimensi bentuk Ka’bah agar calon jemaah haji maupun publik mendapatkan pengetahuan yang utuh dan memadai sebelum pelaksanaan ibadah Haji.
“Ini bagian dari inovasi teknologi yang perlu disikapi secara proporsional. Teknologi yang mendorong permudahan, tapi pada saat yang sama harus paham, tidak semua aktivitas ibadah bisa digantikan dengan teknologi,” katanya.