MATA INDONESIA, JAKARTA-Ketua Dewan Adat Suku Yewena Yosu, Johanes Jonas Mentanaway angkat bicara terkait pengukuhan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar di tanah Papua.
Dia menduga, pengukuhan itu tidak lepas dari kepentingan politik.
“Di tanah Papua, masing-masing suku mempunyai kepala suku, beberapa suku dapat duduk bersama dan menunjuk satu orang yang dianggap punya kekuatan, berpengaruh dan kaya untuk diangkat menjadi kepala suku,” kata Jonas, Kabupaten Jayapura, Kamis 13 Oktober 2022.
Selain itu, dia turut menyoroti pemilihan gubernur yang masih menggunakan sistem noken pada Pemilihan Gubernur. Menurutnya, tidak semua suku setuju dengan sistem tersebut.
“Alasan menggunakan sistem noken karena masyarakat Papua masih dianggap belum bisa membaca dan menulis. Beberapa suku sudah tidak setuju dengan sistem tersebut,” Jonas.
Dia berharap agar Lukas berjiwa besar dan bertanggung jawab terhadap kasus hukum yang menjeratnya.
“Serta tidak mengurung diri dengan perlindungan masyarakat karena hal tersebut dapat mengorbankan masyarakat sekitar. Hal tersebut juga dinilai sebagai upaya menghindar dari hukum, semua masyarakat harus patuh hukum negara,” ucap Jonas.
Ketua Dewan Adat Suku Yewena Yosu itu menilai pemeriksaan Lukas yang dilakukan di lapangan adalah salah, karena dalam hukum adat juga tidak ada yang melakukan hal tersebut.
“Dalam aturan adat, pemeriksaan dilakukan di sebuah ruangan peradilan adat,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, di tengah proses hukum yang menjeratnya, Lukas dikukuhkan sebagai Kepala Suku Besar Papua pada Sabtu 8 Oktober 2022. Hal tersebut diungkapkan oleh kuasa hukum Lukas, Stefanus Roy Rening.
Roy mengatakan, pemilihan Lukas tersebut atas dasar musyawarah yang dilakukan oleh tujuh kepala adat di Papua yang masing-masing berasal dari wilayah adat Bomberai, Saireri, Doberai, Tabi, Anim Ha, La Pago dan Mee Pago.