MATA INDONESIA, JAKARTA-Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengungkap adanya ancaman pencucian uang di luar negeri atau money laundering offshore yang dilakukan untuk pendanaan terorisme. Di mana para pelaku tidak lagi menikmati hasil kejahatan melalui uang tunai atau aset lainnya tetapi memanfaatkan teknologi informasi.
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin, mengatakan itu merupakan suatu tindak kejahatan dilakukan di Indonesia dan dialihkan ke luar Indonesia melalui sistem keuangan.
Tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) memanfaatkan adanya inovasi keuangan digital. Seperti penghimpunan dana melalui crowd funding, dan penggunaan virtual currency sebagai sumber kegiatan terorisme.
Menurut dia inovasi keuangan digital dan realita penggunaan virtual currency dalam financial crime dapat mempertinggi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Alhasil tindakan tersebut dapat mempersulit pengendalian moneter, mengurangi pendapat negara dan mempertinggi country risk. Serta dapat menciptakan instabilitas sistem keuangan dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Fenomena tersebut, sambungnya, menjadi pendorong PPATK untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia. PPATK nantinya akan berkolaborasi dengan Lembaga Pengawasan dan Pengaturan (LPP).
Tidak hanya itu, pada tahun 2020 dan 2021 pihaknya akan melakukan pencegahan dan kerjasama. Salah satunya pengembangan Platform Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (SIPENDAR) yang sudah dimulai diskusinya bersama dengan pihak pelapor dan aparat penegak hukum sejak tahun 2019, dengan target penggunaan pada Tahun 2021.
“Melalui platform pertukaran informasi ini, pihak pelapor dimampukan untuk lebih mengenali terduga pendanaan terorisme, demikian pula halnya dengan aparat penegak hukum memperoleh informasi pendanaan terorisme dalam waktu singkat,” katanya.