MINEWS, JAKARTA – Sejatinya, kehadiran agama haruslah menjadi pemecah masalah kebangsaan. Bukan menjadi bagian dari masalah.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin dalam pidatonya di “The 2nd Baku Summit of World Religious Leaders” atau Pertemuan Puncak Para Tokoh Agama Dunia Baku Kedua di Baku, Azerbaijan pada 14-16 November 2019.
“Apalagi menjadi problem maker atau pencipta masalah, jangan sampai,” kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu 17 November 2019.
Kata dia, setiap agama harus mampu menampilkan paradigma etik bagi pembangunan nasional agar pembangunan tidak salah arah dan hilang mutiara moral. Jika hal itu terjadi, maka peradaban akan berubah menjadi kebiadaban.
Para elit politik pun seharusnya tidak alergi dan sinis terhadap agama. Sebab sebuah negara dan bangsa beserta ideologinya masing-masing akan semakin kuat dengan etika dan moralitas keagamaan.
“Setiap tokoh-tokoh agama di dunia hendaklah mengawal negara dan bangsa di mana mereka berada,” kata Guru Besar Politik Islam Global Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Jakarta ini.
Dalam presentasinya Din juga menjelaskan terkait bahayanya radikalisme dan ekstrimisme. Ia mengingatkan bahwa radikalisme dan ekstrimisme itu tidak hanya bersifat keagamaan, namun juga bersifat nonkeagamaan, misalnya radikalisme sekuler.
Bahkan ada pula yang lebih berbahaya, yakni jika bercampur dengan kebebasan sehingga menjadi radikalisme sekuler-liberal. Hal ini berbahaya sebab sering merasuk ke dalam sistem kehidupan nasional, termasuk politik dan ekonomi.
“Radikalisme sekuler-liberal yang merasuki sistem politik dan ekonomi negara akan membuat negara itu rusak, bahkan runtuh,” ujar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Hal inilah, ujarnya, yang saat ini banyak menjadi fenomena di beberapa negara sehingga mengancam ideologi negara yang ada.
Celakanya, kata dia, banyak elit politik tidak menyadari bahkan terbawa arus pengembangan isu ancaman radikalisme agama, sementara mereka tengah mengancam eksistensi negara mereka sendiri.