Ahli Gizi Komentari Serangga jadi Menu MBG, Protein Tinggi yang justru Didebat Warganya Sendiri

Baca Juga

Mata Indonesia, Yogyakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) membuka peluang menjadikan serangga sebagai bagian dari menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyampaikan gagasan ini sebagai langkah inovatif untuk memperluas sumber gizi masyarakat.

Ahli gizi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Toto Sudargo, menilai gagasan tersebut cukup realistis. Beberapa daerah di Indonesia memang telah lama menjadikan serangga sebagai bagian dari makanan lokal.

“Jika kita melihat beberapa wilayah, sebenarnya ide Pak Dadan untuk memasukkan serangga sebagai makanan bergizi itu sangat memungkinkan,” ujar Toto, Senin 27 Januari 2025.

Sebagai contoh, wilayah Gunungkidul sudah terkenal dengan olahan belalang yang dijual hingga menjadi daya tarik wisata. Selain belalang, beberapa jenis serangga lain seperti jangkrik, laron, hingga ulat sagu juga berpotensi dimanfaatkan, namun dengan catatan penerapan terbatas pada wilayah yang memang sudah terbiasa mengonsumsinya.

“Pemanfaatannya harus berdasarkan kearifan lokal. Misalnya, Gunungkidul yang memiliki produksi belalang cukup tinggi. Tidak perlu memaksakan daerah lain seperti Jakarta yang tidak memiliki kebiasaan atau sumber daya yang sama,” jelas Toto.

Toto menyatakan bahwa serangga bisa saja menjadi alternatif pengganti ayam atau telur dalam menu MBG, asalkan produksi dan pengolahannya dilakukan secara optimal.

“Jika produksinya mencukupi dan diolah dengan baik, serangga bisa menjadi pengganti. Misalnya, laron dibuat pepes atau belalang diolah sesuai kebutuhan daerah produksinya. Namun, komposisinya harus cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi,” tambahnya.

Ia juga membandingkan gagasan ini dengan penggantian nasi menggunakan makanan pokok lain seperti kentang atau papeda di daerah tertentu. Menurutnya, yang terpenting adalah pengolahan yang sesuai dengan selera dan kebutuhan masyarakat setempat.

Respon Warga

Rencana BGN yang akan memasukkan olahan belalang atau ulat sagu untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapat respon dari masyarakat. Sebut saja di wilayah Gunungkidul yang memiliki potensi belalang dijadikan makanan.

Ulfa Nurul Aziza justru ragu dengan rencana tersebut. Warga asal Bumi Handayani ini mengaku harga belalang yang masih hidup sangat mahal.

“Ngawur itu. Kira-kira kalau mau ngomong, liat dulu di lapangan. Wong belalang aja kayak emas harganya, kok mau dipakai untuk makan dengan anggaran Rp10 ribu,” ungkap dia.

Menurutnya harga 1 toples belalang yang sudah dimasak mencapai Rp35 ribu. Satu toples hanya berisi 15 ekor belalang. Harga itu dirasa cukup mahal untuk direalisasikan di program MBG.

Produsen belalang dan ulat goreng di Kapanewon Ngawen, Gunungkidul, Sri Hawa hanya tertawa mendengar rencana Kepala BGN tersebut.

“Wong katanya anggaranya cuma Rp10 ribu. Kok mau lauk belalang apa ulat, yo angel (susah),” kata dia.

Sri menjelaskan bahwa harga belalang hidup yang masih ada sayapnya sudah mencapai Rp190 ribu per kilogramnya. Kalau kemudian dimasak maka mencapai Rp 400 ribu.

Di sisi lain, warga Gunungkidul tak melulu mengonsumsi makanan ekstrem ini, meski memiliki banyak kandungan protein. Di samping harganya yang mahal, cara mengolahnya juga butuh waktu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Jogja dan Sleman Waspada Lonjakan Sampah saat Libur Panjang, Malioboro dan Pusat Kuliner Jadi Perhatian

Mata Indonesia, Yogyakarta - Libur akhir bulan Januari yang bertepatan dengan Isra Miraj dan Imlek mengundang banyak wisatawan datang ke DI Yogyakarta. Hal itu segaris dengan produksi sampah yang meningkat.
- Advertisement -

Baca berita yang ini