Miris! Ayah Mertua Doni Salmanan Ternyata Hidup Susah, Terlilit Utang Hingga Tak Sanggup Beli Motor

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kehidupan ayah mertua Doni Salmanan mendadak jadi sorotan warganet. Pasalnya, belum lama ini beredar fakta ayah Dinan Fajrina itu mengalami perekonomian yang sulit.

Hal itu terungkap dari salah satu Instagram ayah mertua Doni, @juana_jlo. Nampak unggahan Juana pada bulan Januari membuat netizen miris dan iba. Kala itu, Juana mengunggah sebuah sepeda motor keluaran terbaru yang berharap bisa ia beli.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by G.I Joe (@juana_jlo)

“Kalau Alloh memberikan kesehatan. Utang dah beres semua, kalau ada sisa beli motor ini. Insya Alloh,” tulisnya.

Postingan tersebut sontak membuat warganet heran. Pasalnya, selama ini Dinan dan Doni hidup glamor dengan kendaraan serba mewah. Netizen bingung mengapa ayah Dinan bisa terlilit utang hingga tak mampu membeli sepeda motor.

Hingga kini, komentar di postingan itu masih dibatasi. Ayah Dinan itu pun banjir doa dan semangat agar bisa mellalui masa sulitnya.

Sementara itu, Dinan Fajrina dikabarkan tinggal kembali bersama orangtuanya setelah rumah mewah sang suami, Doni Salmanan disita pihak polisi. Barang mewah dan juga mobil mahal Doni pun ikut disita.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini