MATA INDONESIA, JAKARTA – Daun Kratom atau memiliki nama ilmiah Mitragyna Speciosa merupakan kelompok tanaman yang mengandung zat berupa mitragainin sehingga bisa berdampak negatif pada penggunannya. Badan Narkotika Nasional (BNN) pun telah menargetkan aturan larangan peredaran dan penggunaan daun kratom mulai tahun 2002. Alasannya karena kratom memiliki efek samping yang lebih kuat dari morfin sehingga bisa meruksa kesehatan manusia.
Wacana larangan untuk mengedarkan daun kratom masih dalam proses pembahasan sehingga statusnya di Indonesia masih belum sepenuhnya dilarang hingga tahun 2022. Kondisi ini tentu menjadi permasalahan baru bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dalam penanaman dan penjualan daun kratom.
Meski demikian, Kepala Humas BNN Sulistyo Pudjo menilai bahwa jika tanaman ini terus dikonsumsi dalam jangka panjang bisa memicu gejala adiksi, depresi pernapasan, bahkan kematian. Hal ini tidak lepas dari fakta bahwa kandungan zat berupa mitragainin yang berdosis 13 kali lebih kuat dibandingkan efek yang ditimbulkan oleh morfin.
Sebenarnya, kratom merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara yaitu bisa dijumpai di beberapa negara seperti Muang Thai, Malaysia, Myanmar, Filipina dan Papua Nugini. Sementara khusus di Indonesia, tanaman ini banyak tumbuh di Kalimantan, Sumatera, hingga ke Sulawesi dan beberapa wilayah di Papua.
Penyebarannya di sejumlah daerah memperlihatkan bahwa Kratom mampu bertahan hidup di dalam kondisi tergenang air. Kondisi tersebut membuat kratom cocok digunakan sebagai penahan abrasi sungai dan rehabilitasi lahan rawa pasang surut.
Meski dinilai berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan, namun daun kratom masih dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengobati diare, lelah, nyeri otot, batuk, meningkatkan daya tahan tubuh hingga menurunkan tekanan darah tinggi. Tidak hanya itu, kayu kratom juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan dan meubel karena kayunya keras dan kuat.
Maka tidak heran jika Kratom dianggap sebagai salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bisa mengangkat perekonomian masyarakat. Tepung yang dihasilkan dari daun pohon kratom diekspor ke Amerika, Kanada, Arab Saudi, India dan Eropa. Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) mencatat bahwa mulai dari tahun 2015-2018, jumlah total ekspor kratom dari Kalimantan Barat mencapai 4800 ton melalui para eksportir yang berjumlah kurang lebih 90 orang.