Ini Lho Busana Andalan Lebaran yang Tak Lekang oleh Waktu

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Jubah panjang dari kain lebar dengan potongan sempit di bagian pinggang, lengan yang besar, dengan kerah terbuka atau dikancing ternyata dulu hanya dipakai para bangsawan. Seperti apa sejarahnya?

Gaya busana kaftan diyakini berasal dari Mesopotamia Kuno, yang kini wilayahnya meliputi Turki, Suriah, dan Irak. Pada zaman dulu, bahan kaftan umumnya terbuat dari katun, sutra, atau kombinasi keduanya, dan terkadang dilengkapi dengan selempang.

Selama era Kekhalifahan Abbasiyah, para khalifah mengenakan kaftan mewah yang terbuat dari brokat perak atau emas. Kaftan pun kian dikenal di seluruh Arab dan menyebar hingga ke China daratan.

Bahkan pada era Dinasti Tang, menyaksikan orang berpakaian kaftan di jalanan Guanzhou telah menjadi hal biasa. Dalam perkembangan selanjutnya, kaftan menjadi busana favorit bagi penguasa Dinasti Seljuk dan Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman.

Antara abad ke-12 hingga awal abad ke-20, para sultan atau pejabat di Turki umumnya menyukai kaftan dengan warna-warna cerah. Dihiasi banyak pita ataupun kancing yang terlihat mewah untuk menunjukkan pengaruh dan jabatan mereka.

Selain itu, ada juga kaftan yang dibuat untuk kepentingan politik, yaitu untuk diberikan kepada duta besar dan tamu penting lainnya di Istana Topkapi. Kaftan juga dikenakan oleh para bangsawan laki-laki di kesultanan Ottoman Turki sejak abad ke-12 Masehi.

Karena populer di kalangan bangsawan, pada masa itu terbuat dari bahan-bahan berkualitas tinggi seperti kain sutera, kain bludru, dan satin. Umumnya kaftan untuk kalangan bangsawan berhiaskan bordiran berupa kaligrafi yang dibuat dari benang emas dan perak.

Ornamen pada kaftan menunjukkan status sosial para pemakainya ketika sedang berada di acara-acara penting kenegaraan.

Kaftan untuk laki-laki berukuran panjang sampai menyentuh lantai. Untuk perempuan mempunyai potongan membentuk badan dengan panjang baju menyentuh pergelangan kaki dan biasanya menambahkan tali pinggang sebagai aksesori.

Lain di Ottoman, lain di Maroko. Menjelang akhir abad ke-17, kaftan telah menjadi salah satu tren busana di kalangan wanita kelas menengah di Maroko.

Tidak hanya di Timur Tengah, kaftan juga dikenal sampai di Rusia, sebagian Eropa, dan Arika. Dalam penggunaan Rusia, kaftan mengacu pada gaya jas panjang pria dengan lengan ketat.

Gaya busana kaftan yang awalnya panjang atau mencapai di bawah mata kaki pun terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan di dunia mode. Di dunia Barat, kaftan dipopulerkan oleh rumah mode seperti Christian Dior, Balenciaga, dan Yves Saint Laurent pada sekitar 1950 dan awal 1960-an.

Bahkan The Beatles menyukai model pakaian ini dan membuatnya populer di kalangan hippie saat itu. Seiring perkembangan zaman dan memasuki abad ke-21, kaftan telah menjelma menjadi pakaian yang cocok untuk semua kalangan.

Kini, kaftan identik dengan pakaian perempuan muslim. Teori yang paling kuat menyebutkan bahwa tradisi perempuan mengenakan kaftan di hari raya berawal dari Maroko.

Kala itu, perempuan Maroko akan mengenakan kaftan untuk pesta makan malam, pesta tunangan, atau pernikahan. Para pedagang Arab yang berkelana hingga ke seluruh penjuru dunia dianggap menyebarkan budaya kaftan perempuan, tak terkecuali ke Asia Tenggara.

Pedagang-pedagang Arab dianggap membawa budaya kaftan hingga ke negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Kaftan di budaya Barat dan budaya Islam terletak pada penggunaannya.

Di Barat, kini kaftan digunakan sebagai bagian dari pakaian non-formal sehari-hari. Sedangkan untuk perempuan Muslim, kaftan cenderung digunakan untuk acara-acara keagamaan yang sakral.

Meski demikian, sejarah berhasil membuktikan bahwa kaftan berhasil melampaui zaman.

Reporter: Fadila Aliah Hakim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini