MATA INDONESIA, KABUL – Afghanistan adalah negara yang terkurung daratan. Terletak di Asia Selatan dan Tengah, negara yang memiliki penduduk sebesar 32 juta ini selama ini dikenal karena menjadi wilayah rebutan para penguasa dunia.
Tak salah kalau Afghanistan disebut Graveyard of Empires atau “Kuburan Para Penguasa”. Termasuk sekarang Amerika Serikat dan sekutunya. Para penguasa dunia ini gagal menguasai Afghanistan seutuhnya.
Negara ini berbatasan dengan Pakistan di selatan dan timur; Iran di barat; Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan di utara; dan Tiongkok jauh di timur laut. Wilayahnya meliputi 652.000 km² (252.000 sq mi), menjadikannya negara terbesar ke-41 di dunia.
Afghanistan mempunyai lokasi strategis. Negara ini pernah menjadi jalur sutra karena menghubungkan Afganistan dengan budaya Timur Tengah dan Asia bagian lain. Sepanjang abad, Afganistan telah menjadi tempat tinggal untuk banyak orang-orang dan telah menjadi obyek dari banyak kampanye militer, terutama dari Alexander Agung, Maurya, Arab Muslim, Mongolia, Inggris, Rusia dan di era modern oleh dunia barat. Afganistan juga menjadi tempat di mana dinasti Kushan, Hun Putih, Samanid, Safarid, Ghaznavid, Gurid, Khilji, Mughal, Hotaki, Durrani. Mereka terkenal karena kerajaannya mempunyai wilayah yang besar.
Inggris
Pada abad ke-19, Inggris mencoba menaklukan negara ini dengan kekuatan terbesar di dunia yang dimiliki pada saat itu. Sayangnya gagal. Sehingga harus angkat kaki dan memberikan kemerdekaan negara ini pada tahun 1919. Uni Soviet juga mencoba keberuntunganya untuk memperluas kekuasaan komunisme dengan menduduki Afghanistan pada 1979. Dalam waktu 10 tahun berselang, Uni Soviet juga angkat kaki dari negara ini.
David Isby, penulis buku Afghanistan: Graveyard of Empires (2010) mengatakan masalah kegagalan para penguasa dunia ini bukan karena kegigihan rakyatnya yang ingin merdeka namun karena persoalan para penakluk dunia itu sendiri. ”Ini bukan karena masyarakat Afghanistan punya kekuatan besar, tapi apa yang terjadi di sana adalah kesalahan dari penguasa itu sendiri,” katanya.
Afghanistan merupakan negara yang kompleks. Kondisi alam yang tak beraturan, cuaca buruk hingga terkepung oleh daratan. Kekuatan-kekuatan para penakluk ini, baik itu Alexander, Uni Soviet, Inggris, atau Amerika, tak mampu menunjukkan fleksibilitas saat menghadapi Afghanistan. ”Mereka ingin dan harus melakukan semuanya dengan cara mereka, tanpa mau memahami kompleksitas negara tersebut,” katanya.
Isby membantah bahwa negara ini tak mungkin ditaklukkan. ”Ini adalah pernyataan yang salah. Persia, Mongolia, dan Alexander Agung sudah pernah melakukannya di masa silam. Memang untuk menaklukannya tak mudah,” katanya.
Great Game
Pada Abad 19, negara ini menjadi rebutan antara Inggris dan Rusia. Sengketa ini dikenal dengan nama Great Game. Namun Inggris akhirnya bisa memenangkan sengketa ini. Dan bayarannya cukup mahal.
Pada 1839-1919 tiga kali Inggris mencoba mengiinvasi Afghan. Tiga-tiganya gagal. Pada 1839 Perang Anglo-Afghan pertama dimulai ketika Inggris menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan. Inggris mendapatkan kekalahan yang memalukan sepanjang sejarahnya. Julukan negara dengan persenjataan modren ternyata mental saat menghadapi suku-suku Afghan dengan persenjataan sederhana. Tiga tahun lamanya rakyat Afghanistan berperang dengan Inggris dan akhirnya berhasil mengusirnya dari Kabul.
Perang Anglo-Afghan kedua terjadi pada 1878-1880. Afghanistan kemudian menjadi protektorat Inggris. Namun pada akhirnya, Inggris memilih dan mendukung Emir Afghan yang baru dan menarik pasukan dari negara tersebut. Nah, pada 1919, saat Perang Anglo-Afghan ketiga pecah ketika Emir Amanullah Khan mendeklarasikan kemerdekaan dari Inggris.
Kapok dengan Afghanistan, apalagi saat itu Inggris sedang konsentrasi ke Perang Dunia I, Inggris akhirnya mengakui kemerdekaan Afghanistan.
Hingga akhirnya Inggris mengurangi ketertarikannya akan perebutan Asia Tengah yaitu negara Afghanistan, karena pada saat yang sama Perang Dunia ke 1 menguras dana yang cukup banyak atas perang Inggris dan berakhir dengan Inggris mengakui kemerdekaan Afghanistan saat itu.
Kekalahan Uni Soviet
Pada masa kekuasaan Emir Amanullah Khan tahun 1920-an melakukan reformasi budaya. Salah satunya menghapuskan kebijakan kewajiban burka bagi para wanita. Namun kebijakan ini mendapat perlawanan dari kepala suku dan pemimpin agama. Akhirnya mereka memberontak terhadap Emir dan terjadilah perang saudara. Pemenangnya, Emir Khan.
Pada tahun 1979 Uni Soviet menginvasi Afghanistan dan mendukung pemerintahan Partai Komunis Afghanistan. Perang pun pecah. Dari berbagai kelompok milisi Afghanistan melakukan perlawanan dengan pasokan senjata berbagai negara seperti Amerika Serikat, Pakistan, Cina, Arab Saudi dan Iran.
Invasi Rusia menimbulkan banyak korban jiwa berjatuhan. Perkiraan korban dalam perang 10 tahun ini sekitar 1,5 juta korban tewas dan sekitar 5 juta orang mengungsi. Apalagi Uni Sovyet menyerang desa-desa dengan serangan darat dan udara.
Perang tersebut membuat Afghanistan hancur lebur. Uni Sovyet berhasil menguasai beberapa kota besar dan kelompok milisi memilih berperang dan bertahan di wilayah pedesaan.
Tahun 1988, Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev memutuskan untuk menarik pasukannya dari Afghanistan. Kondisi ekonomi yang buruk di Uni Sovyet membuat Gorbachev memilih berhemat, Afghanistan pun bebas dari cengkraman Uni Sovyet.
Kegagalan Amerika Serikat
Kegagalan Inggris dan Uni Soviet tidak menyurutkan keinginan Amerika Serikat untuk menciptakan demokrasi di Afghanistan. Dengan alasan membasmi terorisme pasca kejadian World Trade Center 11 September 2001, Amerika Serikat menyerbu Afghanistan.
Seperti Inggris dan Soviet, Amerika secara cepat menduduki Kabul sejak awal dan mengusir milisi Taliban dari ibu kota. Afghanistan pun menjadi negara demokrasi. Tahun 2009 Presiden AS saat itu Barack Obama menambah pasukannya yang berhasil memaksa Taliban untuk mundur.
Pada tahun 2014 organisasi NATO mendelegasikan tugas tanggung jawab kepada AS sepenuhnya. Kelompok Taliban melakukan perang gerilya. Kelompok ini berhasil menguasai sejumlah wilayah. Teror kelompok Taliban dengan melakukan serangan bom bunuh diri membuat situasi di Afghanistan semakin mencekam.
Situasi politik di Afghanistan juga semakin tidak menentu. Menurut Isby, Afganistan menjadi negara yang pengaruhnya direbut banyak negara. Salah satunya adalah Pakistan yang juga punya kepentingan di negara tersebut. Dan situasi ini semakin tidak menentu ketika tiba-tiba saja Presiden AS Joe Bidden memilih menarik pasukan AS di Afghanistan. Kelompok milisi Taliban pun dengan mudah merebut Afghanistan dan langsung menguasainya.
Reporter : Firda Padila